CAHAYA DI TANAH TEBU

RIRIN ERATAURINA
Chapter #5

Langkah Pertama Memasuki Pesantren

Langkah Pertama memasuki dunia Pesantren Putri Tebuireng

Perjalanan Aisyah ke Pesantren

Aisyah Rukmana berdiri di depan gerbang besar Pesantren Tebuireng, jantung hatinya berdebar. Ini adalah langkah pertama dari perjalanan yang akan mengubah hidupnya. Dengan latar belakang sekolah umum, Aisyah telah tumbuh dalam lingkungan yang jauh dari kesibukan dan nilai-nilai pesantren. Kini, ia harus meninggalkan zona nyaman itu dan memasuki dunia baru yang penuh dengan tantangan.

Di dalam pesantren, suasana riuh rendah menyambut kedatangannya. Santri-santri baru terlihat berkeliling dengan membawa tas besar, bercengkerama dengan ceria, sementara yang lain tampak lebih serius, menyusun buku dan perlengkapan belajar. Bau tanah basah dan aroma segar dari sawah di sekelilingnya menyatu dalam udara, menciptakan rasa haru yang membuncah di dalam hati Aisyah.

"Selamat datang di Pesantren Tebuireng!" sambut seorang pengurus dengan senyuman lebar. Aisyah membalas dengan gugup, merasakan gelombang antisipasi dan keraguan yang bercampur aduk. Apakah ia benar-benar siap untuk menjalani kehidupan baru ini?

Sambil berjalan menuju asrama, Aisyah bertemu dengan beberapa santriwati lain. Salah satunya adalah Puput, seorang gadis berambut panjang yang terlihat ceria dan energik.

“Hai! Aku Puput. Kamu santri baru juga, kan?” tanya Puput sambil tersenyum lebar.

“Iya, Aisyah. Senang bertemu kamu,” jawab Aisyah, sedikit merasa lebih tenang.

“Jangan khawatir! Di sini kita semua akan belajar dan bersenang-senang. Ada banyak kegiatan seru!” Puput menghibur, lalu melanjutkan, “Kamu tahu, kita akan ada seminar orientasi besok. Harus siap-siap ya!”

Di asrama, Aisyah berkenalan dengan beberapa teman sekamar lainnya. Ada Putri, yang suka bercerita, dan Sari, yang selalu terlihat serius dengan bukunya. Mereka saling memperkenalkan diri, dan Aisyah merasa sedikit lebih tenang ketika melihat senyum ramah di wajah-wajah mereka.

Namun, di dalam hatinya, keraguan masih membayangi. "Bagaimana jika aku tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik? Bagaimana jika aku merasa terasing?" pikirnya.

~~~Ririn Erataurina~~~~~~Ririn Erataurina~~~~~~Ririn Erataurina~~~

Seminar Orientasi

Di hari seminar orientasi santri baru, Aisyah duduk di barisan tengah, dikelilingi teman-temannya. Aula besar itu dipenuhi santri baru, dan suasana terasa penuh energi. Pembicara, Ustadzah Duwi, ketua pembina pondok putri, tampil di depan dengan senyum hangatnya.

“Selamat datang, anak-anak! Di sini, kita akan memulai perjalanan yang luar biasa bersama,” ucap Ustadzah Duwi. “Hari ini, kita akan berbagi tentang apa yang diharapkan dari kalian dan bagaimana kalian bisa beradaptasi dengan kehidupan di pesantren.”

Aisyah mendengarkan dengan seksama. Ketika sesi tanya jawab dibuka, dorongan untuk bertanya muncul dalam dirinya.

“Maaf, saya ingin bertanya,” Aisyah memberanikan diri mengangkat tangan. Semua mata tertuju padanya, dan jantungnya berdebar.

“Silakan, nama kamu?” tanya Ustadzah Duwi.

“Aisyah,” jawabnya dengan suara sedikit bergetar. “Saya ingin tahu, bagaimana cara kami bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan di pesantren, terutama bagi yang berasal dari sekolah umum?”

Suasana hening sejenak, lalu Ustadzah Duwi tersenyum. “Pertanyaan yang bagus, Aisyah. Pertama-tama, penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki cara belajar yang berbeda. Jangan ragu untuk bertanya kepada teman-teman atau pengasuh jika ada yang tidak kamu pahami. Yang terpenting adalah berusaha dan terus belajar.”

Aisyah merasa seolah beban di pundaknya sedikit terangkat. Dia menyadari bahwa tidak ada salahnya untuk bertanya, dan itu adalah langkah awal untuk beradaptasi. Setelah sesi itu, Puput menepuk bahunya dan berkata, “Lihat? Itu pertanyaan yang hebat! Kita semua di sini untuk saling membantu.”

Lihat selengkapnya