CAHAYA DI TANAH TEBU

RIRIN ERATAURINA
Chapter #7

Jadwal Padat Merayap

Pagi yang tenang di Pesantren Putri Tebuireng mulai menyapa saat angin tahajud membelai lembut di seluruh area. Aisyah terbangun, merasakan dinginnya malam masih menyelimuti kamarnya. Dia mengatur napas, berusaha membangkitkan semangat untuk bangkit dari tempat tidur. Semua santri berjalan mengenakan mukenah menembuh dinginnya angin menuju masjid untuk melaksanakan sholat tahajud.

Suasana sunyi dan hening terasa penuh berkah di masjid kecil. Aisyah menatap wajah-wajah teman yang khusyuk berdoa. Ini adalah momen di mana mereka semua merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta.

Setelah sholat, mereka mengangkat tangan dan berdoa bersama, memohon petunjuk dan kekuatan untuk menjalani hari. Selesai berdoa, Puput mengajak semua untuk duduk sejenak.

“Ngomong-ngomong, malam ini aku merasa sangat tenang. Apa kalian merasakannya juga?” tanya Puput.

“Iya! Rasanya seperti dikelilingi cahaya,” jawab Laily dengan senyum.

“Cahaya dari doa kita, mungkin?” Syamsi menambahkan, membuat semua orang tertawa pelan.

Tak lama kemudian. Suara azan shubuh yang seperti melodi yang memanggilnya untuk bangkit dari keheningan waktu tahajud.

“Yuk! Jangan sampai ketinggalan!” seru Puput yang duduk bersebelahan.

Aisyah tersenyum mendengar semangat sahabatnya. “Iya, Puput! Sebentar, kamu masih ada wudhu ta? Aku uda batal nih, mau wudhu dulu buat sholat shubuhnya!” jawabnya sambil mengusap wajah yang masih mengantuk.

Setelah Aisyah berwudhu. Aisyah dan Puput bergabung dengan teman-teman lainnya untuk melaksanakan sholat shubuh.

Setelah itu, mereka melanjutkan dengan sholat subuh berjamaah. Di masjid, suara merdu teman-teman santri membangkitkan semangat Aisyah. Dia merasakan bahwa setiap lafaz yang dibacakan memiliki kekuatan tersendiri. Selepas sholat, mereka melanjutkan dengan membaca surah Al-Waqiah.

Setiap hari sholat shubuh dipimpin langsung oleh Gus Fahmi selaku pengasuh pondok Pesnatren Putri Tebuireng dan sekaligus memimpin pembacaan Surah Al Waqiah setelah berdzikir dan berdoa bersama. Semua santri kompak mengikuti, suara mereka menyatu dalam harmoni. Aisyah merasa terhanyut dalam keindahan saat mereka melantunkan ayat-ayat suci.

Setelah itu, diakhiri dengan membaca sholawat nariyah bersama-sama,

Allâhumma shalli shalâtan kâmilatan wa sallim salâman

Tâmman `alâ sayyidinâ Muḫammadinil-ladzi tanḫallu bihil-`uqadu

Wa tanfariju bihil-kurabu

Wa tuqdlâ bihil-ḫawâiju wa tunâlu bihir-raghâ’ibu

Wa ḫusnul-khawâtimi wa yustasqal-ghamâmu

Biwajhihil-karîmi wa `alâ âlihi

Wa shaḫbihi fî kulli lamḫatin

Wa nafasin bi`adadi kulli ma`lûmilak(a).

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat dirinya yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh Engkau,".

Gus Fahmi meninggalkan masjid setelah selesai membaca Surah Al Waqiah bersama para santrinya.

“Selesai! Bagus banget, teman-teman! Udah gak ngantuk semua kan?” tanya Syamsi, mengangkat tangan seolah merayakan pencapaian atau ingin mulet dan menguap.

Semuanya hanya diam tidak menjawab pertanyaan dari Syamsi. Aisyah hanya mengangkat kedua alisnya.

Suasana hangat itu membuat Aisyah merasa terikat dengan sahabat-sahabatnya. Tak lama kemudian, saatnya untuk ngaji. Mereka berkumpul di ruang ngaji, mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian. Aisyah merasa terkesan dengan cara Ustadzah Mafika mengajarkan kitab-kitab dengan semangat.

“Coba kalian perhatikan, ya. Setiap kalimat dalam kitab ini memiliki makna yang dalam,” ujar Ustadzah dengan wajah ceria.

Aisyah berusaha menangkap setiap penjelasan, meskipun terkadang sulit. Namun, dukungan dari teman-temannya membuatnya terus bersemangat.

Setelah sesi ngaji, tiba saatnya untuk mandi. Aisyah bergantian antri dengan teman-temannya di kamar mandi. Meski antrian cukup panjang, suasana tetap ceria dengan obrolan ringan. Mereka saling bercanda sambil menunggu giliran.

“Siapa yang terakhir mandi? Aku!” teriak Julia sambil tertawa, membuat semua santri ikut tertawa.

“Ah, Julia! Kita semua tahu kamu paling cepat,” ejek Laily, membuat Julia tersenyum bangga.

“Setelah ini, kita harus sarapan, ya! Aku sudah tidak sabar!” seru Puput, semangatnya tak pernah pudar.

Di Jabo (kantin jasa boga), mereka antri untuk mendapatkan makanan. Suara sendok dan piring saling bersautan saat makanan disajikan. Aroma nasi hangat dan lauk yang lezat menggoda selera mereka. Aisyah memilih ikan goreng dan sayur tumis.

“Coba ikan goreng ini! Enak banget!” ajak Syamsi.

Lihat selengkapnya