“Santri itu mempunyai jaminan kesuksesan!, yang pertama jadi Kyai / Nyai, kalau tidak jadi kyai / nyai ya jadi orang sugi , kalau tidak jadi orang sugi ya paling tidak bisa jadi orang lah, orang yang bermanfaat di masyarakat” begitulah penutupan pengajian Gus Fahmi kali ini, motivasi terbaik kami para santri baru untuk tetap betah di pondok.
“Coba renungkan, apa yang saya katakan tadi benar kan? Kita Lihat saja, banyak alumni TBI yang sukses, ada yang jadi kyai, bu nyai, ada pula yang menjadi guru, dosen, bahkan rektor, tidak sedikit juga alumni TBI ada yang menjadi pengusaha, berkecimpung di dunia politik hingga bisa menjadi DPR, MPR, Bupati dll pun ada, tergantung bidangnya masing-masing, ketahuilah passion kalian dimana, geluti, perdalam hingga kalian mampu menyelami kesuksesan didalamnya” lanjut Gus Fahmi.
“Mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim laki-laki dan perempuan, ke Tubi ini juga menuntut ilmu kan? Bukan untuk hiburan?” semua santai terdiam takdzm kepada beliau. Semilir angin menerpa seolah ikut mengalunkan kalimat pembesaran kepada setiap perkataan Gus Fahmin, memang benar dan selalu benar, apa yang dikatakan beliau itu mengandung unsur kebenaran.
Kala itu semua santriwati sedang berkumpul di masjid, masjid yang bertembok tebal nan tinggi, membentuk kotak persegi, terletak pada muka Poskestren (Puskesmas Pesantren), bangunan ini memiliki tiang penyangga yang sangat tinggi membentuk seperti tabung yang dimana satu tiang ukurannya sebesar pelukan dari dua orang yang bersatu menggandeng tangan berdua lalu membentuk lingkaran dan memeluk mendekap tiang itu, besar lebar dan tinggi tak khayal jika masjid ini berlantai dua. Dengan marmer yang hijau toska mengkilap menambah keindahan masjid ini, setiap hari tidak pernah absen mengumandangkan seruan salat bagi para santriwati yang setiap adzannya mampu menarik kaki-kaki putih mulusnya untuk melangkah menjalankan kewajiban ibadah salat fardhu. Di Samping kiri masjid terdapat tempat wudhu baik untuk laki-laki maupun perempuan, tidak hanya tempat wudhu saja tetapi ada juga toiletnya dimana kedua tempat wudhu ini terletak pada tempat yang terpisahkan oleh dinding. Air yang dikeluarkan oleh kran-kran masjid selalu jernih, dan rasanya berbeda, meskipun terik matahari sedang naik-naiknya, air ini tidak ikut panas, justru mampu mendamaikan kaki hingga pikiran dan hati kami, apalagi ketika sedang sumpek-sumpeknya hafalan di masjid pada saat setelah salat, saat hafalan tidak mampu masuk ke otak, maka solusi yang paling tepat adalah membasuh otak kami dengan berwudhu air masjid, seketika setelah itu hafalan pun langsung bisa lancar mengalir hingga ke hulu memori otak. Air kran masjid ini tidak hanya mengalir di masjid saja akan tetapi hingga kamar mandi tiap wisma santri, termasuk kamarku.