CAHAYA DI TANAH TEBU

RIRIN ERATAURINA
Chapter #31

Terbayang Cahaya Terang

Aisyah masih terbayang kejadian seminggu lalu, di kelas, ada kakak alumni yang memotivasi, bukan terbayang wajah ganteng rupawannya, namun yang Aisyah bayangkan adalah vidio yang diputarkannya waktu itu. Mampu menggugah hatiku, membuat resah hatiku, apalagi saat mendengarkan kalimat Ustad Maulana saat Aisyah bertanya tentang hakikat mimpi dan impian itu sendiri, beliau menjelaskan bahwa mimpi itu perlu, apalagi mimpi untuk berubah demi membawa manfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitar,

“Jika ingin berubah untuk bisa bermanfaat bagi orang lain dan sekitarnya, maka mulailah dengan 3M, M pertama, Mulai dari diri sendiri. M kedua, Mulai dari hal yang kecil. M ke tiga, Mulai dari sekarang”

“Iya sih, kalau gak dari sekarang terus kapan lagi?” sambil mulet-mulet di atas kasur ranjang jatah tidurku di pondok.

Lalu Aisyah juga ingat saat ada yang menjawab pertanyaanku tentang bagaimana cara agar doa itu bisa dikabulkan oleh Tuhan. Baik Ustad Hakim maupun Ustad Maulana mereka berdua menjawab dengan jawaban yang sama meskipun Aisyah bertanya di waktu yang berbeda. Beliau-beliau menjawab,

“Berdoa-lah ketika orang-orang sedang tidak berdoa”

Yang artinya berdoa ketika salat dhuha sebab pada saat itu banyak orang yang bekerja dan lupa dengan sang Penciptanya. Berdoa ketika sesudah azan dikumandangkan sebab pada saat itu banyak orang yang tiba-tiba pura-pura Budek dan lupa akan Sang Pemberi Rizkinya. Berdoa-lah ketika qiamullail, sebab pada saat itu hampir semua orang di dunia sedang tertidur pulas dan lupa akan Tuhan.

Aisyah tidur di kasur bawah, tapi tetap di atas ranjang, jadi ranjang kami waktu di pondok menggunakan ranjang susun, ada dua ranjang, satu di bawah dan satu di atas, kalau yang kebagian ranjang atas, maka setiap kali dia mau ke ranjangnya, dia harus ikhlas hati untuk selalu memanjat tangga ranjang yang jumlah anak tangga ada tiga buah. Kasurku berada didekat pintu kamar, karena dekat dengan pintu keluar masuk kamar, maka dekat pula dengan kaca besar kamar yang memang sengaja di letakkan di sana agar kami mudah berkaca ketika memakai atau sekedar membenarkan kerudung saat akan berangkat ke sekolah, maklumlah, santri putri. Sudah kodratnya.

Di atas pintu tak berpintu, seperti jalan tembusan menuju ke ruangan khusus tempat kumpulan lemari anak-anak di kamar dan sekaligus jalan menuju kamar mandi dalam kamar, disana terdapat jam dinding yang hanya dengan Aisyah menengok ke sebelah kiriku, sakit kepala menunduk namun mata melirik ke atas, Aisyah bisa melihat jam dinding disana. Ku lihat jarum jam menunjukkan pukul setengah dua malam, dan Aisyah belum tidur sama sekali gara-gara kepikiran semua ini. Ku lihat sekeliling, menoleh ke kanan dan kiri, semua sudah tidur. Jam menunjukkan pukul satu dini hari.

Lihat selengkapnya