Jadwalku padat sekali, dua minggu lalu menyelesaikan projek OSN Kimia setelah tiga minggu sebelumnya di forsir, lalu minggu lalu ditekan dengan persiapan acara dzikir alam yang notabennya keluar dari pondok sehingga harus mengurus selama macam ini dan itu, ditambah dengan adanya tragedi maut gunung kelud, minggu ini dipaksa tetap kuat hingga bisa menyelesaikan soal-soal KMNR yang nyatanya diakhir senja Aisyah tumbang juga. Sungguh minggu yang melelahkan.
Tapi minggu ini membahagiakan, keluargAisyah menjengukku,
“Mungkin karena mendengar Aisyah di rawat di puskestren itu ya, jadinya gak tega, ingin melihat anaknya atau mbak yang tercinta ini, apakah masih waras atau tidak” guyon ku ke adikku dan adikku.
Mereka semua tertawa.
Disambang itu rasanya sangat bahagia, melebihi bahagianya menemukan uang satu juta, melebihi bahagianya mendapatkan kado dari kekasih yang dicinta, melebihi apapun itu yang tidak cukup hanya diucapkan dengan kata-kata saja. Hanya nyamannya pelukan dan senangnya ciuman dari orang tua yang mampu menggambarkannya. Dulu Aisyah yang malu-malu sungkan untuk memeluk ayah umi, sekarang, tiap detik pun Aisyah mau mengatakannya. Aisyah yang dulunya gengsi sekali untuk mengatakan “Aisyah sayang ayah umi” sekarang tiap nafas pun Aisyah mau melAisyahkannya.
Aisyah tidak minta dibawakan makanan kesukaanku yang dimasak sendiri oleh Ummiku, tidak. tapi jika memang sudah terlanjur dibawakan. Aisyah tidak bisa menolaknya. Aisyah tidak bahagia. Tapi lebih dari bahagia. Melahap makanan itu hingga habis pun Aisyah bersedia. Aisyah kemudian cerita ke Umi tentang kejadian dari dua minggu lalu hingga minggu ini. Semua Aisyah ceritakan. Terlebih tentang tragedi meletusnya gunung kelud yang menimpAisyah dan tragedi kekalahan OSN Kimia. Segala macam bentuk kerugian dan gunjingan atas berbagai kejadian itu harus ditanggung.
“Sudah... yang ikhlas... sabar.. kan? Masak lupa? Inna ma'al usri yusro, dibalik kesulitan pasti ada kemudahan, pasti itu. Sabar” Ummi berucap.
Aisyah terdiam.
Bagaimana bisa Aisyah lupa dengan semua itu?
Yah
Ikhlas
Sabar
Dan
Jimat Inna Ma'al usri yusro
Bagaimana Aisyah bisa lupa itu?
~ . ~
Pengumuman peserta yang masuk semifinalis membawa angin segar bagiku. Ada lima kelompok yang lolos dari SMA Aweha. Lomba KTI Nasional yang diadakan oleh STKIP Jombang- dalam waktu tiga hari, kami harus membuat karya tulis ilmiah sebagai penjabaran dari abstrak yang telah lolos itu. Abstrak yang sudah kami kirimkan ke panitia. Dan tembus! It’s the first time for me.
Oke. Setelah di forsir satu setengah bulan mulai dari prepare OSN Kimia hingga tumbangnya Aisyah gara-gara pingsan mengingat tragedi gunung kelud yang terjadi selama tiap minggunya berturut-turut, dan sekarang tanpa jeda, pengumuman hari senin, jumat sudah harus dikumpulkan full paper –nya.
“Memang salah kami sih membuat abstraknya dulu baru full papernya, ya kebalik, seharusnya full paper dulu baru abstrak” katAisyah ke Firdy. Dia satu kelompok denganku untuk LKTI ini
“Ya tapi kan waktu ngirim abstrak itu juga mendadak mbak Aisyaha..”
“Ya iya... abstrak mendadak, full paper mendadak”
“Serba mendadak”
“Lah yo... kan ribet”
“Lah terus mau bagaimana lagi Mbak? Emang uda gini.. “
“Ya kalau uda gini, mau di apain lagi emang”
“Ya iya, masak mau mundur?”
“Gak lah! Gak mungkin dan gak mau”
“Nah.. ya wes, gak usah ngersulo”
“Iya astagfirullah... yang sabar”
Aisyah mengelus dadAisyah. Menghela nafas.
Selasa hingga rabu Aisyah dan Firdy masih mentok, tidak punya ide lanjutan untuk mengetik dan meneruskan karya ini. Kami hampir menyerah.
“Ingat Rin... Jimat Inna Ma'al usri yusro, kata umi dan kata ustad Maulana” Aisyah mengingat kalimat itu.
Aisyah menerapkan apa yang diungkapkan ustad maulana.