Hari-hari berlalu, dan menjelang ujian akhir semester, Raeni semakin fokus pada studinya. Dengan bantuan Bu Lestari yang sering memberikan bimbingan tambahan di sekolah, ia merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan yang ada di depan. Setiap malam, Raeni menyisihkan waktu untuk belajar hingga larut, ditemani secangkir teh hangat dan tumpukan buku-buku pelajaran.
Suatu pagi, Raeni terbangun dengan semangat baru. Matahari bersinar cerah di luar jendela, seolah-olah memberi semangat pada setiap langkahnya. Ia mengenakan seragam sekolahnya yang tampak lebih bersih dan rapi setelah dijaga dengan baik. “Hari ini adalah langkah awal menuju mimpiku,” gumamnya pada diri sendiri sebelum berangkat.
Di sekolah, suasana mulai terasa tegang. Semua siswa membahas ujian yang semakin dekat. Raeni berusaha tetap tenang meski dalam hati ia merasakan degup jantung yang cepat. Ia bertekad untuk memberikan yang terbaik, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang tuanya yang telah berjuang keras untuknya.
Setelah bel berbunyi tanda jam pelajaran dimulai, Raeni duduk di bangkunya dengan penuh konsentrasi. Di depan kelas, Bu Lestari mulai menjelaskan materi yang akan diujikan. “Ingat, anak-anak! Ujian bukanlah akhir dari segalanya. Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan seberapa banyak yang kalian pelajari,” katanya dengan semangat.
Namun, tidak semua teman sekelasnya memiliki semangat yang sama. Saat pelajaran berlanjut, Raeni melihat Andi dan beberapa temannya saling berbisik dan tertawa. Meski ia berusaha untuk tidak memedulikan mereka, perasaan tidak nyaman itu tetap ada. Raeni bertekad untuk tetap fokus dan tidak terpengaruh.
Setelah pelajaran selesai, Raeni langsung menuju perpustakaan. Ia tahu, di sanalah tempat terbaik untuk membenamkan diri dalam buku dan belajar dengan tenang. Sambil menyusun buku-buku di meja, ia tersenyum melihat beberapa teman sekelasnya juga belajar di sana. Terasa ada solidaritas di antara mereka yang sama-sama ingin sukses.