Kemenangan di lomba menggambar telah membawa angin segar bagi Raeni. Setiap orang di sekolah mulai melihatnya dengan cara yang berbeda. Teman-teman sekelasnya yang sebelumnya meragukan kemampuannya kini mulai mendekatinya. Bahkan, Andi, yang dulunya sering mengejeknya, tampak lebih menghormati Raeni.
“Hey, Raeni! Aku lihat lukisanmu di papan pengumuman. Keren banget!” Andi berkata sambil tersenyum.
“Terima kasih, Andi,” jawab Raeni sambil tersenyum. Meskipun ia masih ingat ejekan Andi sebelumnya, ia berusaha untuk tidak menyimpan dendam. Momen ini adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa ia lebih dari apa yang orang lihat.
Seiring berjalannya waktu, Raeni semakin aktif dalam berbagai kegiatan. Ia bergabung dengan klub seni dan mulai berkolaborasi dengan teman-teman dalam proyek-proyek kreatif. Keterlibatannya membuatnya semakin percaya diri dan merasa dihargai. Namun, di balik semua itu, ada tantangan baru yang mulai mengintai.
Suatu sore, saat pelajaran matematika berlangsung, Bu Lestari mengumumkan bahwa sekolah akan mengadakan perjalanan ke sebuah universitas ternama untuk memberikan informasi tentang penerimaan mahasiswa baru. “Ini adalah kesempatan emas bagi kalian yang bermimpi melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi!” ujarnya dengan semangat.
Raeni merasa jantungnya berdebar. Ia ingin sekali pergi, tetapi ada satu hal yang menghantuinya: biaya. Ia tahu bahwa keluarganya tidak mampu membiayai segala kebutuhan untuk pendidikan yang lebih tinggi. Namun, semangatnya untuk belajar dan cita-citanya untuk sukses tak pernah padam.
Setelah pelajaran, Raeni mendekati Bu Lestari. “Bu, apakah ada beasiswa yang bisa saya ikuti untuk bisa melanjutkan pendidikan?” tanyanya, harap.
Bu Lestari tersenyum. “Tentu, Raeni! Banyak perguruan tinggi menyediakan beasiswa untuk siswa berprestasi. Kamu bisa mencari informasi lebih lanjut dan mulai mempersiapkan diri.”