Setelah festival seni yang sukses, kehidupan Raeni di sekolah seni terasa lebih berwarna. Dukungan dari berbagai pihak semakin mengalir, dan semangat anak-anak untuk berkarya semakin tinggi. Namun, di balik kebahagiaan tersebut, Raeni menyadari bahwa ada tantangan lain yang harus dihadapi—kebutuhan untuk memastikan keberlanjutan sekolah seni agar dapat terus beroperasi dan memberikan manfaat bagi anak-anak.
Raeni duduk di meja kerjanya, memandang tumpukan proposal dan surat-surat yang masuk. “Kita perlu mencari cara untuk meningkatkan keberlanjutan sekolah seni ini,” pikirnya. Ia tahu bahwa tanpa perencanaan yang matang, semua yang telah dicapai bisa terancam.
Di tengah kesibukan itu, Raeni juga menerima pesan dari Dito. “Kak Raeni, ada ide untuk program baru! Kita bisa mengadakan workshop seni untuk masyarakat,” tulisnya. Raeni tersenyum membaca pesan tersebut. Dito selalu penuh semangat dan kreatif.
“Bagus sekali, Dito! Mari kita rencanakan workshop ini. Ini bisa menjadi salah satu cara untuk menarik lebih banyak perhatian dan dukungan,” balas Raeni dengan antusias.
Setelah berdiskusi dengan para pengajar dan anak-anak, mereka sepakat untuk mengadakan workshop seni komunitas. “Ini adalah kesempatan untuk berbagi pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat sekaligus memperkenalkan sekolah seni kita,” jelas Raeni saat rapat.
Mereka mulai merencanakan workshop yang akan diadakan selama akhir pekan. Raeni dan Dito bertanggung jawab untuk menyiapkan materi, sedangkan pengajar lainnya akan membantu mengorganisir acara.
Hari workshop tiba, dan Raeni merasa campur aduk antara gugup dan bersemangat. Masyarakat lokal yang diundang datang dengan antusias. Mereka membawa berbagai bahan seni, dan Raeni menyambut mereka dengan senyum hangat.
“Selamat datang di workshop seni kita! Hari ini kita akan belajar dan berkreasi bersama. Jangan ragu untuk bertanya dan berbagi ide!” ujarnya mengawali acara.
Selama workshop berlangsung, suasana sangat hidup. Anak-anak menunjukkan keterampilan mereka dalam mengajar teknik melukis, menggambar, dan membuat kerajinan tangan. Raeni merasa bangga melihat anak-anaknya berperan aktif dan percaya diri di depan masyarakat.
Di tengah kegiatan, Raeni melihat seorang wanita paruh baya duduk di pojok ruangan, tampak ragu untuk bergabung. Raeni menghampirinya. “Ibu, mau mencoba? Kami di sini untuk berbagi,” ujarnya lembut.
Wanita itu tersenyum malu. “Sebenarnya, saya ingin mencoba melukis. Tapi saya tidak punya pengalaman,” jawabnya.
“Tidak masalah! Seni adalah tentang bereksplorasi dan bersenang-senang. Mari kita lakukan bersama,” ajak Raeni, dan wanita itu akhirnya bergabung dengan kegiatan.
Ketika acara berlangsung, Raeni mendengar banyak tawa dan obrolan gembira. Anak-anak dan orang dewasa saling berbagi cerita dan pengalaman. Raeni merasa bahagia melihat bagaimana seni dapat menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang.