Dengan dukungan dari lembaga sosial dan hasil positif dari program yang telah dijalankan, Raeni merasa bahwa momentum kini berpihak padanya. Namun, tidak lama setelah dukungan itu diberikan, tantangan baru muncul. Salah satu pengajar sukarela, Budi, yang merupakan sahabat Raeni dan sangat berperan dalam pengembangan program, harus pindah ke kota lain karena pekerjaan. Kepergiannya meninggalkan kekosongan yang cukup besar, terutama dalam hal pengajaran keterampilan praktis.
Raeni merasa bimbang. Meskipun ada banyak pengajar sukarela yang siap membantu, namun Budi memiliki pendekatan yang unik dan kemampuannya untuk berhubungan dengan anak-anak sangat luar biasa. Raeni segera mengadakan pertemuan dengan tim untuk membahas langkah selanjutnya.
"Bagaimana jika kita mencari pengganti Budi dari desa lain? Kita bisa meminta bantuan dari lembaga sosial untuk merekrut sukarelawan baru," usul salah satu anggota tim, Siti.
"Itu ide yang bagus, tapi kita juga perlu memastikan bahwa pengganti Budi bisa sejalan dengan visi kita," jawab Raeni. "Kita butuh seseorang yang bukan hanya terampil, tetapi juga bisa berkomunikasi dengan baik dan memiliki empati terhadap anak-anak."
Setelah diskusi panjang, mereka sepakat untuk mengadakan audisi terbuka bagi calon pengajar baru. Raeni pun mengumumkan informasi ini kepada masyarakat desa, mengundang siapa saja yang berminat untuk ikut serta. Hari audisi pun tiba, dan Raeni serta timnya siap menerima para calon pengajar.