Cahaya di Ujung Pantura

Fatmawati
Chapter #10

Masa Berharga

Hari demi hari telah pergi. Seiring dengan kekasih Alexo yang memaksa agar hubungannya diakhiri. Pacarnya selalu menuntut untuk dimengerti. Sedangkan yang terjadi, justru Alexo sendiri yang sedikit dimengerti oleh kekasihnya.

"Pasti sibuk sama cewek lagi, kan?!"

Semula Alexo ingin membantah bila ia sedang sibuk bekerja. Tapi percuma, jawaban itu cukup sering ia katakan. Itu pun tidak sanggup meredakan kecurigaan yang tiada henti diluapkan. Padahal, Alexo juga sudah menyempatkan diri untuk membalas tiap pesan disela-sela pekerjaannya. Pun menyempatkan waktu untuk teleponan. Seperti sekarang.

"Kebanyakan alasan! Bilang aja ketemuan sama cewek. Iya, kan? Yang mana lagi?!" Salah satu dugaan andalan pacarnya, yang membuat Alexo bosan.

Wajar. Resiko berparas tampan dan berkantong mapan. Apalagi ditambah dengan Lesta yang sering mengajak Alexo sekongkol, agar Kokoi bisa bertemu dengan para wanita pilihan Lesta. Siapa lagi partner terdekat Kokoi yang bisa diajak kerjasama, selain Alexo?

"Kalo aku bilang enggak ya enggak! Bisa nggak berhenti nuduh kayak gitu?! Aku itu nggak pernah selingkuh!" Kali ini Alexo lelah hati. Suaranya sampai terbawa meninggi.

"Siapa juga yang bilang kamu selingkuh? Oh ... jadi kamu ngaku? Berarti kenyataannya emang begitu? Iya, kan?!" Emosi pacarnya semakin menjadi.

Alexo sudah hilang kesabaran. "Iya! Emang kenyataannya gitu, sama cewek lagi! Puas?!"

Hening sebentar.

"Kita putus! Aku muak sama kamu!"

Sambungan terputus tiba-tiba.

Alexo meremas rambutnya dan melempar ponselnya ke atas meja. Benturannya sampai terdengar nyaring. "Maunya apa sih?! Serba salah gue. Enteng banget kalo ngomong putus!"

Antara bingung dan kalut, Alexo terpaksa menuruti kemauan pacarnya untuk putus. Tidak mengerti apa yang harus dilakukannya lagi selain itu. Percuma juga mempertahankan bila tiada henti dicurigai. Malah lelah sendiri.

Kokoi yang sedari tadi pura-pura menuli, berjalan menghampiri. "Nih."

"Thanks." Alexo menerima suguhan kopi dari Kokoi.

Kokoi duduk di sebelah Alexo. Lalu menyandarkan punggungnya sambil menyindir, "Pagi-pagi sarapan kepergian, menyenangkan ya."

"Iya! Banget!"

Kokoi menertawakan lirikan ganas Alexo. Tanpa perlu berkata, ia menyeruput kopinya.

"Lo ngetawain gue?" kesal Alexo menatap Kokoi yang malah kegirangan dengan pertengkarannya.

"Lo ngerasa?"

"Iya lah!"

"Ya udah."

Alexo bertambah geram. "Bener-bener lo ya. Gue sumpahin lo berantem sama cewek habis ini."

"Nggak akan," jawab Kokoi enteng.

"Tunggu aja. Gue yakin lo bakal kualat."

Sebelah bibir Kokoi terangkat remeh. Pertengkaran Alexo pagi ini membuatnya jadi teringat dengan Sonya, yang justru berkebalikan dengan pacar Alexo. Bersama Sonya bahkan hampir tidak pernah ada drama amarah yang berlebihan seperti Alexo. Sonya adalah wanita dengan jutaan perkataan yang selalu menyenangkan baginya.

"Sayang, kamu liat nggak cewek yang marah-marah tadi?" 

"Kenapa?"

"Nanti peluk aku ya, kalo sewaktu-waktu jadi cewek yang marahnya kayak gitu. Langsung dikecup pipi juga nggak apa-apa. Pasti langsung reda."

Lagi-lagi Kokoi tersenyum mengenang saat-saat terhangat bersama Sonya. Sosok yang baginya tidak mungkin ia temui lagi.

"Eh ... gue mau nagih." Alexo menyadarkan lamunan Kokoi.

"Apaan?"

"Perjanjian liburan. Ini udah hari jum'at."

Tempo hari lalu investor sudah sepakat dan menandatangani kontrak proyek mereka. Dana langsung cair. Lokasi yang akan dipakai untuk membangun perumahan di Gresik pun sudah mereka survei bersama. Proyek barunya akan dijalankan mulai minggu depan.

"Baru juga jum'at." Kokoi menjanjikan hari sabtu untuk jadwal berlibur Alexo.

"Pokoknya entar sore gue berangkat ya. Gue nggak mau tau."

"Ngapain? Berangkat besok pagi kan bisa."

"Nggak bisa, Man. Pengen bermalam lagi gue. Biar suasana tenangnya lebih dapet gitu." Alexo membayangkan memori jenuhnya akan terbawa angin bila berdiri di pinggir laut malam-malam. Seperti yang dilakukan sebelumnya ketika di Beach Resort.

Berbeda dengan Kokoi yang justru tidak bergairah menyetujuinya. "Ada-ada aja lo. Kurang kerjaan jauh-jauh ke sana."

"Lo pikir yang kemaren-kemaren bukan kerjaan apa?!" Alexo malah tersinggung.

"Ya udah, terserah. Minum dulu kopi lo tuh," alih Kokoi membiarkan. Kemudian menyeruput kembali kopinya.

"Lo nggak ikut?" tanya Alexo setelah kopinya terteguk.

"Nggak ah," jawab Kokoi singkat, sembari melirik ponselnya yang berulang kali berbunyi. Beberapa notifikasi pesan baru berurutan. Ia meraih ponsel yang tengah menyala di meja kaca depan sofa.

---

Imelsa:

Selamat pagi Om...

Om ditanyain ibuk saya nih

Katanya Om mau ke sini kapan? Ditungguin loh...

Jangan ada php ya ;)

---

"Oh iya lupa."

"Apaan?"

"Nggak lagi ngomong sama lo!"

Alexo menoleh menuju Kokoi. "Ya gue denger, anying!"

Kokoi bergeming sebentar. Pikirannya berjalan mencari jadwal yang paling pas untuk menjenguk Nunu. "Kunci mobil di mana?"

"Gue taruh meja kamar."

Kokoi berdiri. Lalu berjalan menuju kamarnya. Hendak mengambil kunci mobil dan bersiap keluar.

"Mau ke mana lo? Ada yang belum beres?"

"Nggak ada," sahut Kokoi agak mengeras agar terdengar jelas.

"Terus?" Alexo menyamakan intonasi Kokoi.

Lihat selengkapnya