Nesha sangat bersemangat karena hari ini adalah hari pertamanya masuk ke sebuah sekolah internasional di Jakarta. Sebelumnya ia hidup di Surabaya, tapi ayahnya yang adalah seorang pejabat tinggi pemerintah dipindahtugaskan dari kota pahlawan itu sehingga mau atau tidak mau, Nesha harus ikut juga beserta ibu dan kedua adiknya.
Nesha dan keluarganya tinggal di sebuah apartemen yang cukup mewah yang terletak di pusat kota Jakarta. Tepat di bagian bawah apartemennya adalah salah satu mal terbesar di kota itu dan di sekitarnya pun ada banyak sarana dan prasarana yang cukup lengkap. Ayahnya memilih untuk tinggal di sana karena dekat dengan kantor tempatnya bekerja.
Tinggal di sebuah hunian mewah memang bukan hal yang baru bagi Nesha karena sejak kecil ia sudah hidup sangat berkecukupan. Kakeknya adalah seorang pengusaha kuliner yang sangat sukses dengan memiliki restoran ayam penyet yang ratusan cabangnya tersebar di seluruh Indonesia. Kini ibunyalah yang mengelola semua restoran itu. Kedua orangtuanya memang aktif bekerja di luar sehingga kebanyakan Nesha dan adik-adiknya diurus oleh babysitter.
Tapi untuk pendidikannya, Nesha selalu masuk ke sekolah terbaik yang memiliki kurikulum internasional. Rencananya, ia akan melanjutkan sekolahnya nanti di luar negeri, mungkin ke Oxford atau Harvard sesuai impiannya.
Sejauh ini semuanya baik-baik saja, apalagi Nesha yang kini berusia tujuh belas tahun adalah anak yang mudah bergaul dan cantik sekali. Kulitnya putih bersih dan rambutnya yang hitam kelam selalu dibiarkan panjang karena ia ingin tampil feminim seperti para artis di TV itu.
Selain itu, Nesha juga sedang merintis jalan sebagai seorang influencer. Awalnya ia hanya posting soal kegiatannya sehari-hari, namun karena follower-nya semakin banyak, maka ia mulai merencanakan konten-kontennya agar lebih menarik. Sejauh ini ia baru upload konten seputar makanan atau tempat yang sedang viral karena masih sibuk belajar dan les juga.
Maka pagi itu, setelah sarapan nasi goreng yang enak dan minum segelas susu, ia mengucapkan selamat tinggal pada keluarganya dan diantar oleh sopir dengan mobil mewahnya menuju ke sekolahnya yang baru. Kebetulan adik-adiknya bersekolah di tempat yang berbeda meski levelnya sama-sama internasional juga.
Butuh waktu sekitar setengah jam untuk sampai ke sana karena sedikit macet di jalan tapi Nesha tidak terlambat. Sekolahnya yang baru itu sangat luas dan bersih dengan gedung yang representatif dan staf serta pengajar yang kebanyakan adalah orang asing.
Nesha mondar-mandir mencari ruang guru untuk nantinya diperkenalkan di depan teman-teman barunya, namun ia malah berputar-putar tak tentu arah saking besarnya tempat itu sampai bel akhirnya berbunyi.
Panik, ia berusaha mencari bantuan namun suasananya sepi karena hampir semua siswa sudah masuk ke kelas masing-masing. Akhirnya, setelah berlarian kesana-kemari tanpa menjumpai satu orangpun, ia mendapati seorang siswa laki-laki yang memakai seragam yang sama dengannya sedang berjalan pelan di sebuah koridor.
“Hei, kamu, tunggu!”
Namun siswa laki-laki itu tidak berhenti sehingga Nesha terpaksa harus berlari untuk mengejarnya.
“Hei, tunggu!”
Nesha berhasil menyusulnya dan memegang pundaknya agar setidaknya bisa mendapatkan perhatiannya tapi ketika siswa itu berbalik, ia seperti kehilangan akalnya.
Siswa laki-laki itu sangat tampan. Rambutnya pendek rapi berwarna hitam kecokelatan dan matanya berwarna hijau. Kulitnya putih bersih dengan tubuh yang terlihat atletis. Sepertinya anak ini adalah blasteran kalau dilihat dari ciri-ciri fisiknya.
“Ya?” dia bertanya singkat dengan nada yang dingin sekali tanpa keramahan sedikit pun, malah kesannya terganggu dengan kehadiran Nesha.
“Boleh tahu ruang guru dimana, nggak? Saya murid baru di sini, sudah nyasar sejak…”
“Di sana,” anak laki-laki itu memotong tanpa kepedulian sama sekali sambil menunjuk suatu arah. Ia hendak pergi lagi namun Nesha menahan lengannya. Setengah karena butuh, setengah karena… well… mungkin ingin sedikit lebih lama dengan si tampan ini. Jujur saja, dia adalah salah satu laki-laki tertampan yang pernah dilihat Nesha seumur hidupnya. Apa mungkin dia seorang artis atau influencer terkenal yang belum ia ketahui?
“Boleh tolong anterin saya, nggak? Saya sudah muter-muter sejak tadi dan… dan…” Nesha terus berusaha menahan lengan anak laki-laki itu yang sudah ingin pergi, “Saya sudah telat banget! Masa murid baru telat… kan nggak enak… Tolong dong… Please… Please … Ya…?”
Nesha memberikan senyumnya yang paling cantik pada anak laki-laki itu, yang kemudian mendengus lalu berkata, “Ya sudah, ayo!”
“Yes!” Nesha berseru riang dan buru-buru mengikuti langkah teman sebayanya itu yang tampak setengah menggerutu.
“Nama kamu siapa?” ia memulai pembicaraan untuk mendekatinya pelan-pelan.
“Arslan…”
“Nama aku Nesha, salam kenal ya,” Nesha menjulurkan tangannya, namun rupanya lama tidak disambut sehingga akhirnya ia menurunkannya dengan awkward. “Kamu kelas berapa?”
“Bisa nggak biasa aja dan jalan terus?”
“Ooh…” Nesha mengerucutkan bibirnya. Ternyata ganteng-ganteng galak juga…
Mereka naik satu tangga dan si tampan itu menunjukkan sebuah ruangan bertuliskan “ruang guru”.
“Sudah ya? Ini ruang gurunya…”
“Terima kasih, ya, Kak…”
Namun teman rupawannya itu sudah pergi dengan cepat tanpa mempedulikan ucapan terima kasihnya. Nesha agak menggerutu namun akhirnya terus masuk ke dalam. Ia disambut oleh seorang guru dan akhirnya diantar ke kelas pertamanya hari itu, yaitu Biologi.
“Nah, ini ruanganmu, diajar oleh Mr. Kingsley,” kata Ms. Reni, yang telah berbaik hati mengantarnya.
“Terima kasih, Ms. Reni!” ucap Nesha lalu membuka pintu. Pandangan pertamanya tertuju pada Arslan yang kebetulan berada di seberang ruangan. Mata Arslan agak melebar saat melihatnya.
Rupanya mereka satu tingkatan dan satu kelas.
“Mr. Kingsley, ini murid baru dari Surabaya,” kata Ms. Reni dalam bahasa Inggris.
“Begitu?” seorang laki-laki berambut pirang, bermata biru, dan berkulit putih dengan tinggi badan sedang dan tubuh yang cukup bagus mendongak dari kesibukannya mengatur berkas di atas meja. Nesha agak terkesiap karena gurunya ini ternyata masih muda, mungkin sekitar 20 tahunan, dan wajahnya tampan sekali. Ada apa dengan sekolah ini? Kenapa banyak orang yang berwajah menarik? Nesha jadi makin bersemangat.
Mr. Kingsley sendiri tampak sedikit terperangah melihat Nesha namun segera mengembangkan senyuman ramah.
“Wah, apa kamu ini seorang model?” tanyanya dalam logat British yang sangat khas dengan setengah bercanda. “Cantik sekali!”
Nesha tersenyum namun tanpa sengaja ia memandang ke arah Arslan dan melihatnya memutar matanya seolah mencibir.
“Baik, ayo sini, perkenalkan dirimu. Ms. Reni, terima kasih, ya…”
“Oke, sampai jumpa lagi, Nesha….”
“Terima kasih, Ms. Reni…”
Pintu kelas itu ditutup oleh Ms. Reni, lalu Mr. Kingsley kembali memfokuskan atensi seisi kelas pada Nesha.
“Anak-anak, dia adalah murid yang baru pindah dari Surabaya. Ayo, perkenalkan dirimu sekarang.”
“Selamat pagi. Nama saya Putri Rinesha, bisa dipanggil Nesha. Saya dulunya berasal dari Robinson Intercultural School di Surabaya. Saya pindah ke sini mengikuti pekerjaan ayah saya. Beliau bekerja di kantor pajak dekat sini. Salam kenal semuanya.”
“Oke, Nesha, perkenalan yang bagus sekali. Sekarang, silakan duduk. Kita akan segera memulai pelajarannya.”
Nesha melihat sebuah tempat duduk yang kosong di sisi Arslan dan tanpa pikir panjang segera menempatinya, merasa sangat beruntung bisa segera reunian dengan sang siswa tampan. Namun hal yang ia anggap kecil itu ternyata membuat beberapa siswi terkesiap, bahkan langsung menimbulkan sedikit keributan. Nesha sendiri hanya terbengong-bengong karena tidak tahu salahnya dimana. Suasana awkward itu rupanya membuat Mr. Kingsley sampai harus menenangkan murid-muridnya.
“Anak-anak, ayo tenang dulu dan buka halaman 44. Kita akan lanjutkan bahasan minggu lalu.”
“Halo, kita ketemu lagi,” Nesha tersenyum pada Arslan, namun teman di sebelahnya itu pura-pura tidak mendengar. Gadis cantik itu hanya mengerucutkan mulutnya lalu mengeluarkan buku-bukunya dan bersiap mengikuti pelajaran selanjutnya.
Kenapa sih cowok yang ganteng banyak yang sombong?
***
Pelajaran Biologi berakhir beberapa jam kemudian dan dengan riang Nesha membereskan buku-bukunya karena harus segera menuju ke kelas selanjutnya yaitu Matematika. Arslan berlalu cepat sekali tanpa berbicara apapun padanya selama sisa kelas meski Nesha sudah sengaja bertanya ini-itu untuk menarik perhatiannya. Apa hatinya itu terbuat dari es?
“Halo, kamu Nesha kan?” seorang siswi bertubuh gemuk dan berkacamata menyapanya dengan agak canggung berserta siswi lainnya yang berkulit hitam dengan wajah yang sepertinya adalah keturunan India.
“Ya, boleh tahu nama kalian siapa?” Nesha tersenyum senang karena artinya akan punya teman baru. Ia sangat suka bersosialisasi. Menambah daftar friend list dalam kontaknya adalah salah satu hobinya.
“Namaku Annisa dan ini temanku dari Pakistan, namanya Aisha. Salam kenal, ya!”
“Salam kenal!” Nesha menjabat tangan keduanya dengan antusias.