“Besok Insya Allah aku sudah boleh pulang, Arslan!” kata Nesha bahagia malam itu saat mereka selesai sholat Maghrib berjamaah. “Mungkin lusa sudah bisa ketemu teman-teman lagi di sekolah!”
Namun Arslan tampak tidak sesenang dirinya, “Yakin sudah langsung mau masuk sekolah? Tubuh kamu sudah cukup sehat?”
“Kan tadi kita sudah jalan-jalan sebentar di taman! Nggak apa-apa, kan? Meski agak pusing, sih…”
“Kalau masih pusing berarti belum sehat, Nes! Istirahatlah dulu seminggu lagi meski sudah keluar dari rumah sakit! Nanti aku jengukin di apartemen kamu, gimana?”
“Nggak mau, sudah telanjur kangen sama suasana sekolah! Kata dokter juga sudah oke, kok!” mata Nesha tampak berbinar-binar gembira. “Aku udah nggak sabar lagi ketemu banyak teman baru! Kata Annisa, banyak yang ganteng-ganteng di sekolah!”
Hal itu membuat Arslan sedikit mendesah dan hendak mengatakan sesuatu, tapi Nesha memotongnya, “Wah, ada video baru dari influencer kece yang aku follow!”
“Yang mana?” Arslan duduk di tepi tempat tidurnya dan Nesha memperlihatkan video seorang bule muda tampan berambut pirang dan bermata hazel yang sedang travelling ke Rumania.
“Ganteng banget, kan? Dia dari Amerika dan sudah keliling dunia sejak lulus SMA! Sudah lebih dari 100 negara yang dia kunjungi!” Nesha terkikik saat melihat wajah idolanya itu di-zoom dalam salah satu bagian video. “Kapan, ya, dia bikin jumpa fans di Indonesia? Aku pengen ketemu!”
Arslan mendengus, “Lebih ganteng mana, aku atau dia?”
Nesha tergelak, “Mau jawaban jujur atau jawaban bohong?”
“Jawaban bohong aja, dah!” tukas Arslan dengan tangan bersedekap dan wajah dipalingkan, seolah bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.
“Oke! Dia lebih ganteng daripada kamu!”
Mata Arslan terbelalak dan senyuman lebarnya langsung tersungging sementara Nesha tampak masih asyik menonton video sang bule tampan.
“Ka… Kalau gitu.. kamu… kamu mau, enggak…”
“Mau apa?” tanya Nesha sambil mulai mengunyah keripik kentang yang ia ambil dari nakas.
“Kamu mau, enggak, jadi pacar aku?”
***
“Nesha! Akhirnya masuk sekolah juga!” Annisa dan Aisha berlari ke arahnya saat melihat gadis cantik itu menghampiri kelas Matematika dengan memakai seragam sekolah lengkap. “Kita kangen banget, lho!”
Ketiganya saling berpelukan sementara Rowena dan gank-nya yang kebetulan sedang berjalan menuju ke kelas yang sama hanya melewatinya saja tanpa ada indikasi bahwa mereka pernah bicara.
“Kamu marahan dengan Rowena?” tanya Annisa.
“Nggak… Mungkin dia lagi PMS,” sahut Nesha namun lantas tubuhnya sedikit oleng.
“Nes, kamu baik-baik saja?” Aisha segera menyangga tubuhnya dari belakang.
Nesha mencoba tersenyum lemah, “Aku kelamaan tidur di ranjang rumah sakit, jadi belum terbiasa jalan agak jauh. Masuk, yuk! Sudah hampir bel!”
“Sayang, kenapa nggak tunggu aku, sih?”
Nesha menoleh lantas tersenyum saat melihat siapa yang memanggilnya.
“Arslan!” dia memeluk sebelah tangan pemuda tampan ini tanpa sungkan-sungkan di depan semua siswa, membuat mereka langsung heboh.
“Nes, kamu dan Arslan…?”
“Selamat pagi semuanya! Ada ap….” perkataan Mr. Jorissen terputus saat melihat pemandangan di depannya. Mata birunya tampak melebar, “Kalian…?”
“Selamat pagi, Sir. Senang sekali akhirnya saya dan pacar saya bisa menghadiri kelas Anda bersama-sama setelah berminggu-minggu ini dia harus mengerjakan PR-nya di atas ranjang rumah sakit,” kata Arslan dengan bahasa Inggris yang sangat fasih sambil mengelus kepala Nesha.
“Arslan!” Rowena menyalak dari pintu kelas. “Kamu dan Nesha sudah…?”
“Iya, Nesha sekarang adalah pacarku,” Arslan tersenyum seolah sangat bangga. “Sudah jelas, ya?”
Kehebohan yang terjadi selanjutnya tak bisa lagi Nesha ikuti karena Arslan keburu mengajaknya duduk di pojok depan kelas yang mana ia berada di dekat dinding sementara Arslan berada di sebelahnya, seolah ingin melindunginya dari semuanya.
“Baik, ayo masuk… ayo masuk… Bel akan berbunyi…” terdengar suara Mr. Jorissen yang berusaha membubarkan para siswa yang sedang riuh bergosip. Saat akhirnya bel benar-benar berbunyi, perlu waktu agak lama sampai mereka semua bisa duduk di dalam kelas dengan rapi.
Mr. Jorissen, yang masuk paling akhir, tampak agak lain dari biasanya. Saat Nesha bertemu pandang dengannya dan mencoba tersenyum, tak seperti semua pertemuan mereka di rumah sakit, sang guru tampan hanya memalingkan wajahnya tanpa bereaksi. Namun saat pandangannya tertuju pada Arslan, mata biru itu terlihat berkilat mengerikan.
“Selamat pagi, semuanya. Buka halaman 156 dan kerjakan soal latihan di situ sampai nomor 40. Jangan berisik!”
***
“Sayang, pusing, nggak, tadi waktu di kelas Matematika?” tanya Arslan saat mereka berjalan berdua menuju kelas Kimia usai dua jam yang melelahkan di kelas Mr. Jorissen, yang memberikan mereka materi yang sangat rumit, ditambah PR yang begitu banyak pula.
“Aku nggak apa-apa,” Nesha berusaha tersenyum meski sekujur tubuhnya masih sakit, kepalanya pusing dan ia juga merasa sedikit mual. Siswa-siswi yang mereka temui semuanya memandang mereka dengan takjub bahkan ada yang sampai menunjuk-nunjuk secara terang-terangan. “Heboh sekali, ya, waktu mereka tahu kita pacaran…”
Arslan tergelak, “Udah, cuekin aja, ya? Yang penting kamu dan aku bahagia! Hei, Nes!”
Ia menangkap tubuh Nesha yang sudah hampir jatuh, lalu merangkulnya untuk duduk di bangku terdekat.
“Duduk dulu… Duduk dulu… Kan sudah aku bilang, jangan terlalu cepat masuk sekolah! Gini, kan, jadinya? Jujur, deh, sama aku! Dari tadi nggak enak badan, kan? Aku antar pulang, ya? Aku bawa mobil, kok…”
Nesha menggeleng, “Cuman belum terbiasa aja, kok… Aku nggak apa-apa…”
“Bener? Tapi kamu jangan jalan sendirian, ya? Kebetulan kelas kita seharian ini sama, jadi jangan pernah pergi tanpa aku, oke? Janji?”
Nesha tertawa, “Kamu pikir aku mau kabur kemana? Ntar nyasar seperti waktu itu…”
Arslan tergelak lalu mengelus rambutnya. “Kita di sini sampai bel, ya? Biar kamu bisa istirahat sebentar…”
Nesha mengangguk lalu menyandarkan kepalanya di bahu Arslan.
“Arslan…”
Arslan menoleh saat ada yang memanggil namanya. Rupanya itu adalah Mr. Kingsley yang menghampiri mereka dengan cukup cepat.
“Hei, dia tidak apa-apa? Wajahnya pucat! Kita bawa ke UKS, bagaimana?”
“Saya tidak apa-apa, Sir, sedikit belum terbiasa dengan situasi sekolah…” tolak Nesha sambil tersenyum lemah.
“Begitu? Tapi… apa benar yang kudengar, Arslan? Kamu dan Nesha…”
Arslan mengangguk lalu menggenggam tangan Nesha dan menunjukkannya pada Mr. Kingsley, “Ya, benar, Sir. Saya adalah pacar Nesha sekarang.”
Mr. Kingsley tergelak meski raut wajahnya tampak agak sendu, “Sudah kuduga! Karena mana mungkin kamu sampai sebegitunya kalau tak ada perasaan apapun, kan?”
Nesha sedikit terbatuk-batuk, membuat perhatian mereka kembali ke arahnya.
“Sayang, pulang aja, yuk? Mr. Kingsley benar, wajah kamu pucat banget… Nanti kalau ada apa-apa, gimana?” bujuk Arslan. “Apa aku perlu telepon Mama kamu?”
“Jangan! Jangan! Aku baik-baik aja…”
“Nesha, tidak perlu dipaksa begitu. Nanti saya urus izin kamu ke Ms. Reni. Pulang dengan Arslan sekarang, ya?” Mr. Kingsley ikut membujuk.
Tapi Nesha tetap menggeleng, “Saya tidak apa-apa, Sir, jangan khawatir!”
***
Nesha berhasil melewati kelas Kimia dengan baik meski karena tubuhnya yang sakit, ia jadi tidak bisa fokus sepenuhnya pada pelajaran sains itu. Akhirnya bel istirahat siang berdentang dan Arslan membawanya ke sebuah bangku yang agak sepi di dekat perpustakaan.
“Masih kuat, Nes?”
Nesha tersenyum, “Aku masih sadar, kan?”
“Shalat dulu, yuk, terus makan, ya? Katanya Mamamu membawakanmu bekal, ya?”
“Iya, ada di loker!”
“Aku ambilin dulu, ya? Kamu tunggu di sini! Jangan kemana-mana, ingat?”
Nesha mengangguk dan Arslan berlari menuju loker. Setelah ia sudah menghilang dari pandangan, suara beberapa langkah kaki yang lain terdengar mendekati Nesha sehingga gadis berkulit putih itu mendongak.
“Aku kira kamu bisa jadi temanku, ternyata kamu menusuk aku dari belakang!”
Nesha terkesiap saat melihat Rowena telah berada di depannya bersama kedua temannya. Wajahnya tidak lagi ramah namun penuh dengan kemarahan.