CAHAYA HITAM

Keita Puspa
Chapter #8

SEPUPU AYAH

Pagi yang cukup cerah. Matahari bersinar di antara awan-awan tipis yang menghalangiya. Semburat biru-jingga mewarnai langit timur. Kicau burung-burung terdengar di antara rindangnya pepohonan. Beberapa bernyanyi dan lainnya melompat-lompat riang sambil mencari ulat-ulat yang tengah berkamuflase di antara dedaunan. Seekor burung Finch muda terlonjak dari pijakannya mendapati batang cokelat yang akan diinjaknya bergerak perlahan menuju pucuk daun.

Auglis menguap di balik kaca jendelanya yang terbuka. Ia menggosok matanya yang masih buram berkali-kali kemudian menguap lagi. Diregangkannya otot-otot di tubuh berkali-kali.

Setelah puas dengan peregangan, Auglis menyambar handuk putihnya kemudian bergegas menuju kamar mandi. Sekilas semua terlihat normal. Ia sempat melihat ayahnya yang tengah duduk di dapur menghadap meja makan. Hal yang biasa, hanya saja ia merasa ada yang salah dengan ayahnya.

Selesai mandi, Auglis kembali melirik ayahnya yang masih duduk manis di dapur. Sejak kapan ayah bertambah tinggi? Auglis hanya menggedikkan bahu dan kembali ke kamarnya untuk berganti baju.

Auglis memilah-milah pakaian yang mana yang akan dikenakannya hari ini. Antara dress kembang-kembang hijau lime atau setelan kemeja dengan celana kulot pendek. Setelah berpikir sambil mengerucutkan bibir, Auglis mengembalikan dress kembang-kembang ke lemarinya. Terlalu cewek.

Dengan langkah percaya diri, Auglis menuju dapur. Ia hampir saja tersandung kursi ketika melihat seseorang yang tengah duduk di kursi sebelah.

“Kau?” Auglis tidak dapat menyembunyikan kekagetannya.

“Halo, kita berjumpa lagi,” sapa orang yang membuat Auglis kaget itu dengan ramah dan hangat.

Auglis mengedarkan pandangannya berkeliling, berusaha mencari sosok ayahnya. Sialnya, Auglis tak menemukan ayahnya dimana pun.

“Mau apa kau di sini?” tanya Auglis. Kakinya refleks bergerak mundur.

“Hanya mau sarapan bareng,” jawab orang yang tak lain adalah Serj itu sambil tersenyum lebar menikmati ekspresi Auglis yang ketakutan sekaligus kebingungan.

“Sayang, kau sudah bangun?” tanya Helvin yang baru saja masuk dari pintu belakang.

“Ayah!” seru Auglis yang langsung menghambur ayahnya.

“Kenapa?” tanya Helvin. Ia mendeteksi kekagetan pada putrinya. Ketika melihat Serj di meja makan, Helvin bisa mengerti situasinya.

“Kenapa dia ada di sini?” tanya Auglis setengah berteriak. 

“Oh, iya. Perkenalkan, dia adalah Serj. Adik sepupu ayah,” jelas Helvin.

“Ha? Ayah bilang kita tidak memiliki keluarga lagi, kan? Lagipula, bagaimana ceritanya orang Ykaten itu adalah sepupu Ayah?” protes Auglis. Selama ini Helvinlah satu-satunya keluarga yang dia miliki. Helvin bilang kakek dan neneknya telah meninggal dan Helvin mengaku sebagai anak tunggal.

“Duduk dulu, Sayang. Akan ayah jelaskan.” Helvin membimbing putrinya untuk duduk di kursi, tepat di samping Serj sementara Helvin duduk di hadapannya.

“Dia adalah anak dari paman ayah. Dia hidup sendirian di kota kecil dan baru mengetahui kalau ayahnya memiliki saudara, yaitu kakekmu,” terang Helvin sembari mengoleskan pasta cokelat campur kacang ke roti yang dipegangnya.

Auglis mengerutkan kening, berusaha mencerna apa yang barusan ayahnya katakan. Memikirkan memiliki saudara seperti Serj yang mengerikan di malam hari, entah mengapa membuatnya sedikit bergidik ngeri. Perlahan ia memberanikan diri menatap Serj yang tengah mengunyah sepotong roti tawar polos.

“Jadi, kakeknya dan kakekku bersaudara?” tanya Auglis setelah berhasil menyimpulkan penjelasan ayahnya yang menurutnya masih kusut.

Serj menyeringai lebar mendengar pertanyaan Auglis. Dikedipkannya mata kiri pada Auglis. “Halo, ponakan,” ledeknya.

“Jadi, kenapa kau tersesat di Pine? Memangnya ada orang tersesat dari kota ke gunung?” cibir Auglis. Ia meraih roti tawar terakhir di meja yang hendak Serj ambil.

“Oh, itu….” Serj berpikir sejenak. Mati aku! pikirnya. Ia belum tahu harus mengatakan jawaban seperti apa. Apakah dengan jawban asal, gadis itu akan puas dan berhenti bertanya. Ia khawatir jangan-jangan justru Auglis akan memiliki puluhan lagi pertanyaan yang belum ia siapkan jawabannya.

Lihat selengkapnya