CAHAYA HITAM

Keita Puspa
Chapter #10

LARI DARI KENYATAAN

Auglis histeris mendapati Serj terluka di tangan ayahnya. Jeritan gadis itu membuat Helvin berhenti seketika. Ia kembali menjadi manusia senormal mungkin dan melepaskan cengkramannya pada Serj sehingga tubuh pemuda itu terkapar di antara tanaman-tanaman yang baru tumbuh berbunga.

“Apa-apaan ini?” tanya Auglis marah. Ia sempat melihat Helvin dalam wujud aslinya. Namun itu bukan pertama kalinya. Ia tahu terkadang ayahnya bisa berubah menjadi hal yang tidak lazim selama beberapa saat. Tapi Auglis kira itu hanya halusinasi saja.

“Ayah… kita harus panggil ambulans!” seru Auglis yang ngeri melihat Serj batuk dan mengeluarkan darah.

Alih-alih memanggil ambulans, Helvin justru pergi dari sana tanpa sepatah kata pun, membuat kening Auglis berkerut dan kebingungan. Ia segera berusaha memapah Serj menuju kamar. Namun, ternyata sepupu ayahnya itu lebih berat dari dugaannya. Auglis terjatuh ketika memapah Serj tepat setelah melewati pintu.

“Sudah. Tak perlu menolongku,” ucap Serj pelan. Pemuda itu bangkit dan berjalan tertatih-tatih menuju kamar. Luka yang diberikan Helvin memang tampak menyakitkan tetapi Serj bisa memulihkan diri dalam waktu beberapa hari. Ia beruntung Helvin tidak menggunakan kekuatan yang sebenarnya.

“Hei… hati-hati!” Auglis menyusul Serj. Ia meraih kotak P3K yang tergantung di dinding dekat kamar mandi.

Serj tengah meringis ketika Auglis sampai di kamarnya. Auglis sedikit terheran-heran mengapa Serj yang tengah luka cukup parah itu bisa berjalan cepat. Terlalu cepat bagi orang yang baru saja ditendang dan muntah darah.

“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Auglis. Gadis itu tentu saja kaget mendapati ayahnya memukuli sepupunya yang baru saja bertemu. Masalah macam apa yang harus diakhiri dengan kekerasan. Bahkan itu tidak seperti perkelahian. Ayahnya tampak tidak terluka sedikit pun. Antara perkelahian tak seimbang atau Serj yang tidak melawan.

Karena tidak ada jawaban dari Serj--justru pemuda itu malah membuang muka--Auglis pergi ke dapur untuk mengambil baskom berisi air dan juga handuk kecil yang bersih. Ia mulai membersihkan darah yang mulai mengering di wajah Serj sekembalinya dari dapur.

“Kau tetap tidak mau cerita?” tanya Auglis. Meskipun baru sebentar mengenal Serj, entah kenapa Auglis merasa kasihan padanya. Hati kecilnya menyuruhnya untuk membantu lelaki berkulit cokelat itu.

“Apa yang harus kuceritakan padamu?”

Auglis menarik napas. Ia terus membersihkan darah dari kulit Serj. Beberapa kali Serj menepis tangan Auglis yang hendak menyeka kulitnya.

“Diam! Aku sedang membantumu!” bentak Auglis galak.

Serj terdiam. Ia bukannya tak ingin dibantu, tetapi ia sangat tidak menyukai air yang menempel di handuk yang Auglis pakai untuk membersihkan darahnya.

“Ayahku tak pernah semarah ini pada seseorang. Kau tahu? Dia itu tipe penyabar,” ucap Auglis sambil memeras handuk untuk ke sekian kalinya. “Kau pasti telah membuatnya sangat marah. Tunggu, jangan bilang kau merusak bunga kesayangannya, lily putih.”

“Lily?” ulang Serj. Bunga macam apa itu, ia pun tak tahu. Yang jelas ini bukanlah soal tanaman-tanaman di halaman Helvin. Serj menggeleng.

“Syukurlah,” ucap Auglis.

Serj tersenyum geli. Mana mugkin hanya gara-gara tanaman, Helvin akan sebrutal ini. Ekspresi Auglis yang khawatir semakin memperlebar senyum Serj.

“Kau… benar-benar mau tahu apa yang menyebabkan ayahmu begini?” tanya Serj dengan wajah serius.

“Kenapa?” Auglis sangat penasaran. Ia mendekati Serj seolah jika jaraknya kurang satu senti saja, kata-kata Serj tak akan terdengar olehnya.

“Aku bilang padanya aku ingin menikahimu….”

Auglis tercengang. Ia tak tahu harus bagaimana. Tertawa, marah atau sedih. Tidak mungkin kalau hal itu membuat ayahnya sampai melakukan kekerasan. Namun, semakin lama kata-kata Serj itu bergema di kepalanya, Auglis semakin tidak tahan untuk tertawa. Pipinya telah mengembung. Sedikit saja mulutnya terbuka, tawa itu akan pecah.

“Wah, kau tak mempercainya, ya?” ungkap Serj kecewa melihat gadis itu menahan tawa.

***

Helvin menyendiri di sebuah sungai yang berbatu-batu. Lelaki itu duduk di atas sebuah batu besar yang berada di tengah-tengah sungai. Ia sengaja membiarkan cahaya matahari menyinari tubuh hingga kulitnya kini pucat seperti bulan kesiangan. Mata Helvin yang hitam menjadi seperti abu rokok yang baru saja jatuh di asbak.

Dalam hatinya, Helvin menyesali kebodohannya yang telah menyerang Serj. Kalau boleh jujur, Helvin sangat senang ada salah satu dari kaumnya, saudaranya, yang datang berkunjung. Karena itulah ia mengijinkan Serj untuk tinggal tanpa batas waktu. Walau bagaimana pun, menjadi seorang kaum Gelap sendirian di dunia asing terkadang membuatnya merasakan kesepian yang membuat perasaannya sedikit terluka.

Helvin bisa bertahan di dunia manusia selama bertahun-tahun adalah karena Auglis. Karena ia ingin anaknya itu tumbuh selayaknya manusia lain yang hidup di dunia itu. Namun, Helvin bohong jika ia bilang alasannya karena itu saja.

Ada alasan lain yang membuatnya bersikukuh untuk minggat dari Umbrya. Hatinya sakit, terluka begitu dalam mengetahui wanita pujaannya memutuskan untuk berpisah darinya, bahkan membuang anak mereka ke Lembah Sunyi. Tempat dimana segala keburukan Umbrya bersarang.

Lembah Sunyi hanya dihuni oleh makhluk-makhluk tak waras yang kehilangan kontrol. Setiap kaum memiliki anggotanya yang tinggal di Lembah Sunyi. Penduduk di sana melakukan kejahatan dengan bebas. Merampok orang yang lewat sana, membunuh orang sesuka hati dan bahkan memakan sesama. Bisa ditebak apa yang akan terjadi pada anaknya jika Helvin tak segera menolong Auglis. Helvin mengambilnya diam-diam sesaat setelah Verna menjatuhkannya di sana.

Helvin bisa saja bertahan di Umbrya, bersembunyi di suatu tempat terpencil bersama anaknya. Akan tetapi, keputusan Verna untuk menikahi Luv, membuat luka Helvin semakin menganga lebar. Lelaki itu tak sanggup melihat orang yang dicintainya menikah lagi dengan pria lain. Dada Helvin sesak membayangkan Verna akan menggandeng tangan Luv yang bersinar terang, selaras dengan Verna yang juga mengeluarkan cahaya serupa. Kemudian seluruh penghuni Umbrya akan memuji keserasian mereka.

Ya, Verna dan Luv serasi. Tidak seperti dirinya yang bersanding dengan Verna secara sembunyi-sembunyi.

Kenyataan itu sempat membuat Helvin ingin bunuh diri seperti Ayahnya, Skid, yang telah mengakhiri hidup dan menyatu dengan bulatan hitam bercahaya di langit Umbrya. Namun, tangisan si kecil Auglis membuatnya kembali menjadi seseorang yang berpikir tenang dan jernih. Maka Helvin membawa Auglis ke dunia lain untuk memulai hidup baru.

***

Lihat selengkapnya