CAHAYA HITAM

Keita Puspa
Chapter #14

DUSUN BERSINAR

Di bawah bulatan hitam yang bersinar di Umbrya, Dusun Bersinar tak pernah seterang itu. Bahkan dari sebelum perbatasan Dusun Awan dan Dusun Bersinar sendiri itu pun cahaya memancar berlebihan seolah ada bulatan bersinar lain yang berada di dusun itu. Membuat daerah sekitarnya terlihat lebih suram dan gelap.

Hal itu dimanfaatkan sebagai kampanye anti kegelapan. Beberapa yang waras mengabaikan kabar angin itu. Sayangnya, banyak sekali warga Umbrya yang dengan lugunya percaya begitu saja dengan kata-kata yang berasal dari mulut ke mulut. Mereka yang percaya bahkan tidak mau tahu darimana sebenarnya kabar itu berasal, atau sekadar memeriksa kenyataan yang terjadi pun tidak. Mereka lebih senang menerima sesuatu secara instan, meskipun masih berupa rumor, meskipun apa yang mereka terima bisa jadi adalah racun yang menggerogoti nyawa mereka perlahan. Mereka masa bodoh!

“Kemarin pamanku dan istrinya berkunjung ke Dusun Api. Kalian tahu apa yang terjadi?” Seorang Kaum Terang berpakaian ketat berwarna hijau terang memulai ceritanya setelah menenggak secangkir minuman berwarna cokelat muda. “Ternyata cerita itu benar!”

“Cerita yang mana?” tanya temannya yang juga berpakaian ketat. Hanya saja pakaian lelaki itu berwarna magenta yang mencolok mata siapa saja selain Terang yang memang menyukai warna-warna dengan kecerahan maksimum.

“Selain Dusun Bersinar, tempat-tempat lain di Lay’Ark mulai kehilangan cahaya,” jawab si baju hijau terang. “Rupanya memang Gelap telah berusaha menguasai kita semua.”

“Benarkah?” si baju magenta bertanya sambil meletakkan gelasnya yang tinggal berisi seperempat cairan cokelat muda yang sama seperti temannya yang satunya.

Si Baju Hijau hanya menganggukkan kepalanya. Senang rasanya bisa membagikan informasi pada kawannya yang lain. Bangga jugalah ia karena merasa lebih awal mengetahui daripada si Baju Magenta yang sepertinya mulai tertarik lebih jauh dengan kata-katanya. Kemudian ia kembali menempelkan bibirnya di gelas yang terbuat dari tanah liat yang dibakar itu. Cairan cokelat muda segera memenuhi rongga mulutnya. Rasanya begitu hangat di tenggorokan, lidahnya pun tak puas hanya dengan satu gelas saja merasakan minuman itu. Maka tangan kirinya yang memakai gelang berhiaskan lonceng-lonceng perak itu bergerak menuangkan kembali cairan cokelat muda itu ke dalam gelas kosongnya.

“Untung saja, kita berhasil menyingkirkan kaum jahat itu. Mereka memang tidak bisa dibiarkan untuk tinggal kebih lama lagi di sini,” ucap si Baju Magenta. Matanya yang berwarna tembaga berkilau begitu menjilati sisa minuman di bibirya yang telah berkerut.

“Ya, tentu saja. Prajurit Terang adalah yang terbaik! Hahaha….”

“Hei, jangan dihabiskan semua begitu, dong!” protes si Magenta. Ia merebut botol yang sedang dipegangi si Baju Hijau dengan kasar sehingga tangan keriput si Baju Hijau itu terhempas ke meja dan menyenggol gelas yang ada di atasnya.

“Hei! Kau bodoh, ya?” si Baju Hijau bangkit dan hendak memukul temannya tetapi ia mengurungkan niatnya karena pelayan datang membawakan lagi dua botol penuh cairan berwarna cokelat muda.

“Kudengar, jumlah mereka… maksudku jumlah makhuk itu semakin berkurang,” ucap si Baju Magenta.

“Bagus, kan? Buat apa mereka ada? Mereka itu seharusnya dari dulu hidup di ujung Umbrya saja. Menghilang, kan, justru lebih baik. Hahaha!” tawa Terang berbaju hijau itu meledak.

“Oh, jika Dusun Bersinar tidak terpengaruh kejahatan Gelap, apakah Dusun Bara juga?”

Si Baju Hijau meletakkan gelas dan botolnya secara bersamaan. “Aku tidak tahu. Mungkin saja iya. Kekuatan cahaya mereka tidak setara dengan kita, Terang, yang paling hebat!”

Lihat selengkapnya