Serj tidak mengerti dengan sesuatu yang bernama cinta. Serj tahu bahwa mungkin Helvin masih mencintai Verna, tetapi yang Serj tidak tahu adalah perasaan macam apa cinta itu sehingga seseorang bisa melarikan diri ketika cinta itu pergi. Sekarang Serj mulai menemukan pencerahan tentang keputusan Helvin untuk menemui Verna. Bahwa Helvin ingin mendapat kejelasan tentang perasaan yang dulu ia terima. Serj mulai memahami jika Helvin tak ingin jadi satu-satunya orang bodoh.
“Aku tahu kalau Verna bukanlah orang yang mampu melakukan semua ini,” ucap Helvin ketika mereka beristirahat di bawah batu besar. Batu yang menjadi saksi kenangan manis Helvin ketika bersama Verna dulu.
“Kenapa kau bisa seyakin itu?” tanya Serj. Ia memandangi Dusun Bersinar di depan sana. Bangunan-bangunan tampak memudar. Cahaya yang menyelimuti daerah itu semakin silau saja. Padahal Serj telah memakai kaca mata hitam.
“Aku mengenalnya dengan baik. Sangat baik,” jawab Helvin sembari membelai rumput-rumput yang mengering.
Seluruh daerah di sekitar Dusun Bersinar mengalami kemarau. Daun-daun dari pepohonan layu dan berguguran memenuhi permukaan tanah. Sungai-sungai yang mengaliri dusun itu kini juga hanya menyisakan kubangan lumpur kecil di beberapa titik.
“Itu saja tidak cukup. Apa kau yakin akan menanyakan hal itu langsung padanya?” tanya Serj. Ia khawatir jika Helvin mendapati kenyataan yang tidak ia harapkan maka Helvin akan kembali terpuruk. Tentu saja itu tidak bagus. Serj berharap banyak dari lelaki yang memiliki gambar sulur-sulur berduri di lengan kanannya itu.
Helvin mengangguk. Ia membaca kekhawatiran Serj, meskipun tidak mengetahui apa sebenarnya yang bocah itu khawatirkan darinya.
“Aku hanya ingin memastikan semuanya. Sepahit apa pun itu, aku hanya ingin tahu kebenarannya,” ungkap Helvin. Tangannya menggenggam rumput dengan kuat tetapi tidak cukup kuat untuk mencabutnya dari tanah.
“Bagaimana jika yang terburuk terjadi?” Serj berdiri, membuat kepala dan bahunya memucat terkena cahaya dari bulatan hitam yang bersinar di langit.
“Aku sudah siap,” jawab Helvin. “Dan aku tidak akan lari dari kenyataan seperti dulu.”
Serj tersenyum puas melihat keyakinan di mata hitam Helvin. Bola mata itu kini hitam sepenuhnya, seperti seorang prajurit Hitam sejati yang siap mempertaruhkan nyawanya demi melindungi kaum Gelap.
“Baiklah. Aku akan mendukungmu!” seru Serj bersemangat.
“Hei, kalian! Kalian berisik sekali,” kata sebuah suara yang kedengarannya berasal dari kaki Serj.
Sebuah kepala muncul dari bawah tanah. Matanya yang hijau berbinar melihat Serj dan Helvin. “Kaum Gelap!” serunya. Badannya perlahan-lahan muncul seluruhnya dari balik tanah yang merah mengeras.
“Woah!” Serj melompat mendapati sesosok tubuh muncul diantara kedua kakinya.
“Tuan-tuan… apakah kalian bersedia memberikan kegelapan di tempat kami?” tanya sosok penuh lumpur itu dengan suara bergetar.
“Kaum Tanah,” ucap Helvin. “Apa yang terjadi?” Helvin melihat sosok dari dalam tanah itu berselimut lumpur kaku. Biasanya Kaum Tanah diliputi dengan lumpur cair mulai dari kecokelatan hingga hitam. Namun, Kaum Tanah satu ini memiliki lumpur setengah mengeras yang menempel di seluruh permukaan kulitnya. Bahkan ketika si Kaum Tanah bergerak, ia tampak kesusahan seperti besi yang kekurangan pelumas pada engsel-engselnya.
“Kami tidak bisa beristirahat dengan nyaman, Tuan. Kami tidak sehat. Lihatlah….” Si kaum Tanah menyentuh salah satu jarinya dengan jari tangan yang satunya. Ujung jari yang bergesekkan itu pun retak kemudian rontok, menjadi serpihan-serpihan yang jatuh menyatu dengan tanah.
“Ke-kenapa bisa begitu?” tanya Serj dengan wajah yang sedikit terkejut.
“Terlalu banyak cahaya, Tuan. Teman-temanku di bawah sana juga sama sepertiku, bahkan beberapa lebih parah. Mereka tidak bisa menggerakkan tubuh mereka lagi,” cerita si Kaum Tanah.
“Kalian tinggal di sini?” tanya Helvin.
“Ya, Tuan. Tetapi beberapa tahun terakhir banyak yang pindah dari sini menuju daerah yang lebih sedikit menerima cahaya.”