"Kau mau membunuh darah dagingmu sendiri?" teriak Helvin lantang. "Oh, bukan. Dari awal kau memang membunuhnya! Sekarang tak akan kubiarkan kau menyakiti anakku!"
"Jangan mengada-ada!" teriak Verna. Pupilnya telah melebar sempurna. Tak bisa ia pungkiri perkataan Helvin sempat membuatnya goyah. Secuil masa lalu kembali berkelebat di ingatannya. Ternyata anak itu memang anaknya.
Pusaran-pusaran kegelapan terus mendekati Verna. Jemari Verna tak bisa diam. Hatinya mulai menciut menyadari bahaya yang mengancam. Namun, sebelum lubang itu menghisap Verna, Helvin menarik tangannya dan lubang itu pun lenyap.
Napas Verna masih tak beraturan ketika lubang hitam menghilang.
"Apa? Kau tidak percaya? Dia memang anakmu!" Helvin menatap Verna dengan tatapan menusuk.
"Aku sudah melihatnya mati, Helv. Jangan berdusta. Dia mati di Lembah Sunyi."
"Kau yang berdusta. Apa benar kau melihatnya mati?"
Mata Verna menyala terang. Perlahan bola mata itu kehilangan warna putih, berganti emas yang menyilaukan.
Auglis hanya dapat mendengar suara ayahnya bersama wanita itu, diselingi suara berdesing dan berdebum yang kadang membuat jantungnya hampir melompat.
Akan tetapi, suara-suara itu telah memberitahunya kebenaran. Ayahnya memang bukan manusia, begitu juga ibunya. Dan, hal yang paling mengejutkan adalah kenyataan bahwa ia dibuang oleh ibunya sendiri—wanita cantik yang sempat ia anggap sebagai ibu peri.
Perkataan demi perkataan Auglis dengar dan resapi. Sekarang, matanya mulai dapat melihat meski sangat buram, seperti melihat melalui kaca berembun. Auglis memahami posisinya sekarang. Ia dijadikan tawanan oleh ibunya sendiri!
"Auglis."
Suara itu lagi!
Auglis memperhatikan sekeliling, berusaha mencari darimana asal suara itu.
"Tak perlu mencariku. Kau tak akan melihatku."
Lampu di kepala Auglis menyala. Sekarang ia tahu suara siapa itu.
"Serj? Itu kau? Kau bagian dari mereka?"
"Mereka siapa?"
"Orang-orang aneh di sini. Yang berambut api, kulit bersinar atau...." Ucapan Auglis terhenti. Ia ingat perjumpaannya pertama kali dengan Serj. "Kegelapan. Kau sama seperti ayahku?“
"Ya. Kami satu kelompok, atau golongan, atau ras... yah, pokoknya begitu."
"Kalau begitu, tolong lepaskan aku," pinta Auglis.
"Tidak bisa. Tidak sekarang."
"Kenapa tidak?"
"Sebenarnya, sejak awal aku sudah mencoba membebaskanmu. Tetapi, ini bukan kurungan biasa. Aku tak bisa menghancurkannya sendirian."
"Lalu sekarang aku harus bagaimana?" Nada putus asa terdengar dari suara Auglis.
"Hey, jangan khawatir. Kau tidak akan terluka. Ada ayahmu."
"..."
"Dengarkan aku baik-baik, Auglis. Jika sesuatu di dalam dirimu memberontak, biarkan ia keluar. Jangan menahannya, oke?"
Auglis hanya terpikirkan sesuatu seperti buang air. Kemudian ia jijik sendiri dan protes dalam hati. Bisa-bisanya Serj berkata seperti itu pada seorang gadis. Tidak sopan!
"Percayalah, Auglis. Kau memiliki kekuatan kami, Kaum Gelap."
Gemuruh terdengar hebat dari depan sana. Auglis merapatkan punggungnya pada jeruji besi. Suara Serj hilang, begitu juga suara ayahnya maupun wanita itu. Yang terdengar hanyalah suara debu dan pasir yang terhempas serta suara napas yang tak beraturan, mendekatinya.
***
Bulatan hitam di langit Umbrya berkilat. Awan-awan jingga telah pergi sepenuhnya, menyisakan langit biru yang membentang luas serta sedikit awan di dekat horizon.