Meskipun dunia telah kembali berwarna, Auglis tidak lagi melihat ayah maupun wanita yang disebut-sebut sebagai ibunya lagi. Tempat berupa taman itu kini berantakan. Tanahnya penuh dengan bekas hantaman dan juga lubang. Bangku dan kursi yang tadinya tersusun rapi dan indah pun kini hancur jungkir balik.
Setelah sempat mendengar seseorang mendekatinya ketika matanya masih terkena efek serangan Verna, Auglis sempat melihat bayangan menyambar sesuatu kemudian suara ledakan terdengar. Setelahnya tidak ada apa-apa lagi yang bisa didengar atau pun dilihat.
Gadis itu kini sendirian dengan perasaan kacau. Auglis takut dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia juga terguncang mengetahui ibunya masih hidup. Celakanya, ibunya adalah orang yang membuangnya, menginginkan ia mati sejak bayi. Semua perasaan itu teraduk sempurna, membuat sesuatu di lambungnya bergolak naik ke atas. Auglis tergolek tak berdaya. Ia bahkan tidak memiliki kekuatan untuk sekadar bergerak.
Satu-satunya hal yang bisa Auglis lakukan saat ini adalah berkedip-kedip menatap bulatan hitam di langit. Bertanya-tanya mengapa matahari menjadi sehitam itu. Jika itu gerhana, kenapa bulan begitu lama berada sejajar dengan matahari.
Inikah dunia lain? Dunia ayah dan ibuku?
Samar-samar, Auglis mendengar suara langkah kaki. Tidak hanya satu pasang, tetapi seperti rombongan yang tengah terburu-buru. Kemudian suhu udara semakin naik, membuat Auglis gerah. Semakin kencang suara langkah-langkah kaki itu, semakin panas udara terasa. Bulir-bulir keringat perlahan keluar dari lubang pori-pori kulit Auglis.
Gadis yang kulitnya melepuh itu berusaha bangkit sekuat tenaga, berusaha untuk mengetahui siapa atau apa yang tengah mendekat. Rasanya seperti tersengat muatan listrik yang melompat ketika kulit itu bergesekkan dengan sesuatu.
“Bawa dia dari sini!”
Tiba-tiba saja orang-orang berkulit merah itu telah berada di hadapan Auglis. Dua orang dari mereka segera membuka kurungan dan menyeret Auglis keluar dengan kasar.
Auglis meringis tanpa suara. Rasanya semua tenaga telah habis. Ia hanya bisa menikmati sensasi panas yang terus membakar kulitnya hingga tercium bau daging bakar ke udara. Dan sebelum kesadarannya lenyap, Auglis bisa melihat sepasang mata menyala seperti bara api menatapnya dengan seringaian lebar.
***
Cuaca Dusun Bersinar berubah drastis ketika Serj dan kawan-kawannya datang. Kaum Petir datang menumpangi awan-awan hitam yang tergelap. Sesekali terlihat kilat-kilat kecil menyambar seperti kembang api. Di bawah sana, Kaum Tanah bergerak dengan terowongan di bawah tanah. Kaum Gelap terlihat begitu bersemangat menyebarkan kabut-kabut suram yang menyelimuti mereka semua.
Shoge memperhatikan badai itu dari kejauhan. Dengan tegas ia memerintahkan kaumnya untuk menjaga gerbang utama Dusun Bersinar yang juga telah dijaga ketat oleh barisan Kaum Terang.
Atas perintah Shoge, yang mengambil alih komando karena Verna belum kembali, Kaum Terang dan Api menyerbu Serj dan sekutunya sebelum mereka memasuki daerah Dusun Bersinar.
Kegelapan menyeruak menyelimuti keadaan sekitar. Tanah bergoyang, membentuk gelombang yang menumbangkan siapa saja yang berpijak di atasnya. Petir menyambar dari atas, membuat pasukan Shoge cukup kewalahan.
Dusun Bersinar perlahan-lahan kehilangan sinarnya, berganti dengan kegelapan dari darat dan udara. Membuat Gelap yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari Terang itu semakin kuat.
“Kami akan menyibukkan mereka di darat. Masuklah lewat udara. Mereka akan kesulitan menyerang kalian,” ujar Serj pada Kauhi yang terbang rendah di dekat Serj sedari awal.
“Baiklah. Pastikan mereka lumpuh. Jumlah mereka masih banyak di dalam sana.” Kauhi terbang menuju awan hitam dan bersiap melewati gerbang Dusun Bersinar.
“Baiklah, semuanya… ayo maju!!!”
Serj melompat ke depan, mengeluarkan sebuah pedang panjang hitam berkilat kemudian mengayunkankannya di leher-leher Terang yang bergerak menyerang balik mereka. Sekali tebas, lebih dari lima terkena serangan Serj. Mereka bersinar terang sebelum akhirnya lenyap menjadi serpihan-serpihan cahaya yang mengangkasa dan tertelan udara.
Satu lapis pasukan cahaya telah mereka kalahkan. Namun, di depan sana jumlah mereka masih banyak. Bahkan terlihat jika barisan makhluk terang maupun berapi berbaris menuruni bukit.
“Awas!” seru Soyl dari belakang.
Ketika Serj menoleh, tangan-tangan Soyl telah berhasil menembus kepala seorang Kaum Api. Naas bagi Kaum Api tersebut, tubuhnya langsung luruh menjadi arang. Mati.