Auglis tengah berusaha membuat pikirannya tetap waras ketika beberapa orang dengan api berkobar di tubuh mereka datang. Gadis itu masih setengah percaya dengan apa yang menimpanya. Keadaan Auglis memprihatinkan.
Kulitnya yang melepuh sebagian sobek karena tergesek benda-benda sepanjang perjalanannya dari kurungan persegi menuju tempat ini. Sebuah sel berlantai tanah yang lembap dengan jeruji besi yang lebih rapat dari kurungannya sebelumnya menjadi ruang yang kini ia tempati.
“Kita lihat seberapa sayang ayahmu padamu,” ucap seorang dari makhluk berapi yang bersuara berat.
Auglis merapatkan tubuhnya, memeluk dirinya sendiri. Ia melihat Shoge dari balik rambutnya yang tak karuan. Kusut, kering, dan keriting karena terbakar. Pria berkulit merah itu sepertinya sangat tidak menyukainya—lebih tepatnya, ayahnya. Auglis mendengar semua yang pria api itu ucapkan kepada temannya, atau mungkin bawahannya.
“Helvin!” seru pria itu sambil melihat berkeliling.”Datanglah sebelum nyawa anak ini melayang!”
Sejurus kemudian pria itu melemparkan bola-bola api yang menghujani Auglis.
Gadis malang itu beringsut menghindar. Namun, ia tidak berhasil menghindari semuanya. Beberapa bola api membakar dagingnya yang terbuka. Tak pelak ia menjerit histeris demi merasakan sengatan panas yang menyakitkan di kulitnya itu. Aroma daging panggang kembali menyeruak, menusuk hidung.
“Aku tahu kau ada di sekitar sini, Helvin! Keluarlah!” Pria itu tersenyum dengan api yang berkobar di kedua tangannya. Ia melempar api itu hingga sekeliling sel yang Auglis tempati terbakar.
Panas segera mendominasi ruangan sempit berukuran dua kali tiga meter itu. Auglis terbatuk. Selain hawa panas yang menyiksa, asap yang membumbung tinggi juga membuat mata tak mau terbuka dan paru-parunya sesak.
“Rupanya kau ingin anak ini mati cepat, ya?”
Pria berambut menyala itu meregangkan otot-ototnya. Urat-uratnya yang jingga bersinar seperti lahar panas yang mengalir dari gunung berapi. Pria itu melompat ke udara, membentuk sebuah lingkaran api yang berputar-putar dan siap ia hantamkan kepada Auglis.
“Tuan Shoge!” seorang bawahan Shoge yang memakai celana pendek merah berteriak kencang dan berhasil membuat Shoge melirik ke arahnya. “Dia datang!”
Seketika api yang berputar di udara itu musnah. Shoge turun perlahan dan menyunggingkan senyum.
“Ayah yang sangat baik,” gumam Shoge.
Di sekitarnya, beberapa Kaum Api tiba-tiba saja tumbang. Beberapa yang tersisa langsung siaga. Namun, sebuah bayangan berhasil membuat leher mereka tercekik dan ikut tumbang menyusul teman-temannya yang lain.
“Helvin, lawanmu adalah aku!” ujar Shoge dengan dada membusung.
“Benarkah? Lalu kenapa kau menyiksa seorang gadis lemah?” Helvin menampakkan diri tepat di hadapan Shoge.
“Nah, kalau begini aku jadi senang. Kalau kau datang dari tadi, aku juga tak akan bermain-main dengan anak itu, kok.” Shoge tersenyum licik.
Bola mata Helvin menangkap keadaan Auglis dengan daging dan rambut terbakar.
“Kau akan menyesal telah memperlakukannya seperti itu, Shoge. Akan kubuat apimu itu padam selamanya!” Selesai berkata begitu, Helvin menyerang Shoge dari depan. Sasarannya adalah perut makhluk kekar itu.
Sayang sekali, Shoge bisa menghindar dengan mudah. Gerakan Helvin mudah dibaca. Lagipula, serangan itu terlalu lambat bagi Shoge yang memiliki kecepatan di atas rata-rata Kaum Api.
Shoge menyerang balik dengan golok api raksasanya. Helvin dapat menghindari golok bergerigi itu dengan baik tetapi tanah yang terkena tebasan golok itu mendapatkan bekas sabetan dengan asap mengepul dan sisa-sisa api menempel.
Helvin bergerak menjauh tetapi sambil menyerang. Ia berharap Shoge akan mengikutinya dan menjauhi Auglis. Ia khawatir putri semata wayangnya itu akan terluka lebih parah.
“Mau kemana kau? Ke lubang hitam pun akan kususul kau!” seru Shoge. “Kalian, jaga anak itu baik-baik. Jangan sampai lolos!” ucap Shoge pada tiga bawahannya yang masing-masing memiliki alis menyatu dengan rambut kuning.
Ketiga makhluk berambut kuning itu menunduk serempak kemudian menyaksikan Shoge dan Helvin berkelebat pergi.
***
“Kalian tahu siapa anak ini?” bisik salah satu Kaum Api berambut kuning itu. Badannya terlihat paling bongsor di antara yang lain.
“Anak Helvin,” jawab satunya yang bertubuh kurus hingga tulang-tulangnya terlihat jelas.