Maret, 2005
Aku tidak ingin seperti teman-teman di organisasi kampus yang terkesan seperti jago kandang. Oleh karena itu, aku selalu mencari kesempatan untuk bisa terlibat dalam suatu organisasi atau komunitas di luar kampus. Aku ingin lebih mengenal dunia lebih luas.
Jujur saja, aku sangat tidak suka melihat kelakuan teman-teman organisasi yang suka meributkan hal sepele, ada kesalahan ketik dalam proposal kegiatan saja ributnya bukan main. Mungkin mereka ingin disebut aktif dan berpikir kritis. Entahlah!
Ada orang yang tidak hadir di rapat saja selalu menjadi bahan perbincangan. Mengapa tidak menegur langsung di depan orangnya, menatap orang itu dari ujung rambut hingga ujung kaki bukan merupakan teguran yang baik. Hanya akan menimbulkan kebencian dan rasa tidak nyaman. Namun, aku tetap bertahan untuk terus aktif di organisasi meskipun harus menghadapi orang dengan beragam karakter. Aku ingin membuktikan diri untuk aktif di organisasi tanpa harus kehilangan jati diri sebagai orang baik.
Saat aku memasuki semester tiga, salah seorang seniorku yang berusia dua tahun lebih tua dariku yang bernama kang Irwan mengajak aku untuk bergabung di Klub Diskusi Menjelang Senja. Ada banyak hal yang bisa didiskusikan, para anggotanya pun dari latar belakang yang beragam meskipun mayoritas adalah mahasiswa yang memiliki banyak waktu luang.
“Kang, Klub Diskusi yang akang ceritain kemarin itu membahas tentang apa aja?”
“Diskusinya tematik, jadi gini, ya. Tiap Senin membahas masalah sastra; tiap Selasa mendiskusikan soal filsafat; tiap hari rabu membahas soal film dan teater; tiap kamis membahas masalah kebudayaan; tiap jumat mendiskusikan masalah seni rupa. Tiap Sabtu dan Minggu tidak ada kegiatan karena, ya tau sendiri lah.”
“Waw, menarik juga ya, aku bingung mau milih yang mana.”
“Ren, aku tau, kamu butuh berkegiatan ini-itu, maklum mahasiswa baru kan masih mencari jatidiri, tapi satu hal yang perlu kamu inget, kamu jangan ikut-ikutan, ya.”
“Tempatnya di mana itu, Kang?”
“Di ruko lantai dua milik kang Reno, temanku. Lantai satu untuk usaha, sementara lantai dua memang sengaja dikosongkan untuk acara kumpul-kumpul.”
“Oh, gitu, biasanya jam berapa, Kang?”
“Sesuai namanya, Menjelang Senja. Ya mulai dari jam 5 sampe malem, kadang sampe jam 8 atau jam 9.”
“Ya, deh, aku pikir-pikir dulu mau diskusi di hari apa. Makasih atas infonya, ya Kang.”