“ Bu Sada. “ Ayah Yama meninggikan suara satu tingkat, agar terdengar oleh asisten rumah tangga yang entah berada di mana.
Melihat Bu Sada telah nampak di pandangan, Ayah Yama segera memintanya untuk membawa Kina beristirahat ke kamar.
Berjalan dengan diam, Bu Sada menggandeng lengan kanan Kina menuju kamarnya di sebelah barat perpustakaan. Nona Muda masih membisu sambil memegang pipi, yang Bu Sada takutkan pipinya telah membengkak.
“ Duduk dulu, Nona. Biar saya ambilkan obat. “ Bu Sada melirik Kina yang hanya menuruti perintah dengan sorot mata nyaris kosong.
Ketukan sandal yang beradu di atas lantai marmer mengiringi Bu Sada yang bergegas mengambil kotak obat di almari rias Kina, lalu masuk ke kamar mandi guna mewadahi air hangat pada mangkok alumunium di tangannya.
Menurunkan tangan yang masih menutupi pipi Kina secara perlahan, Bu Sada mulai menempelkan kapas basah “ Alhamdulillah, Nona tidak ada bekasnya. Tadi saya kira akan membengkak. “
“ Nona Kina, tolong bicara. Apakah ini sangat sakit ?. “
“ Hati aku yang lebih sakit. “ Helaan nafas keluar dari bibir Kina yang sedari tadi terkatup.
“ Karena kehebatan keluarga Arushan, akan sangat sulit menemukan bekas bahkan jejak dari suatu hal yang terjadi. Lalu di dalam sini segalanya menjadi mengerikan dan menyesakkan. “
“ Jangan berbiara seperti itu Nona. “ Balas Bu Sada mengusap lengan kiri Kina disertai tatapan sarat khawatir.
“ Bisa tolong tinggalkan aku sendiri, Bu ?. “
Dengan tegas Bu Sada menolak sambil menggelengkan kepala. Enggan membiarkan Kina merasa lebih sedih dan tersakiti.
“ Takut aku melakukan hal aneh-aneh ya, misal menyakiti diri aku sendiri ?. “ Kina mengakhiri kalimatnya dengan sebuah kekehan, yang memicu rasa khawatir Bu Sada meroket.