CALIPH

Rizki Ramadhana
Chapter #32

Rais 2004

Rais masih memejamkan matanya. Perlahan seluruh syarafnya telah menerima perintah dari otaknya dan mengaktifkan energi yang tersimpan. Rais telah mengembangkan teknologinya selama bertahun-tahun, sehingga energi matahari yang disimpannya tidak hanya bisa menghasilkan kekuatan dengan daya hancur setara nuklir, tapi juga meningkatkan ketahanan tubuh, kecepatan, ketangkasan, maupun kecerdasan dirinya.

Maka tentara yang datang menyerang dengan senjata tajam dapat ditahannya dengan mudah. Diterimanya serangan samurai hanya dengan tangan kosong, secara langsung, menyebabkan pedang samurai tersebut patah. Berondongan peluru senapan mesin dengan mudah ditangkisnya.

Rais bergerak secepat kilat, menghajar satu demi satu tentara yang mengepungnya. Tidak ada yang bisa melihat gerakan Rais. Mereka hanya mendapati sosok berkelebat di depannya, lalu kehilangan kesadaran. Termasuk Harun Bashar yang belum dapat menguasai dirinya sepenuhnya usai melihat apa yang terjadi.

Mereka memberondong dengan senapan mesin, Rais menangkis.

Mereka membacok dan menebas, namun senjata mereka hancur saat menyentuh tubuh Rais.

Tidak ada tentara yang menyangka apa yang terjadi, karena hal terakhir yang mereka lihat adalah kegelapan.

Pada akhirnya, semua tentara telah jatuh. Mereka pun terkapar.

Harun Bashar, tanpa kecuali, juga tumbang dan pingsan.

Rais menggoyang-goyangkan tubuh Harun. Tidak ada respon. Ia pun mengangkut mereka yang pingsan satu demi satu. Dikumpulkannya mereka dalam satu tempat. dengan peralatan yang ada pada tentara-tentara itu, ia mengikat mereka.

Rais melihat sekeliling, tidak ada siapa-siapa.

Lalu ditujunya desa terdekat untuk menghubungi tentara Afganistan.

Rais menyaksikan dari jauh saat tentara Afganistan meringkus semua pasukan Ibnu Awwad yang dilumpuhkannya. Namun ia tidak melihat Ibnu Awwad sendiri di antara mereka. Mungkin ia telah lari.

Suatu saat, Rais mungkin akan bertemu dan berhadapan kembali dengannya.

 

Rais akhirnya menemui lagi peradaban seperti yang biasa ditemuinya sebelum ia mengembara. Ditumpanginya truk pengangkut barang untuk mencapai kota. Rencananya adalah untuk mengambil uang di ATM terdekat dan membeli makanan untuk bekalnya kembali. Lalu ia membeli tiket untuk kembali ke Amerika Serikat dan kembali bertemu dengan keluarganya. Mungkin perlu waktu beberapa hari, namun ia begitu bersemangat untuk segera pulang.

Terlebih lagi ia akan bertemu Malikha.

Seperti yang telah ia duga, keluarganya menyambut Rais dengan berlinang air mata. Pandji dan Maryam Hoetomo tidak pernah mengira bahwa Rais sudah mati, namun momen ini tetap mengharukan mereka.

Rais menenangkan orang tuanya dan berkata bahwa dirinya hanya mengalami kecelakaan pesawat lalu terdampar di suatu tempat terpencil. Selama ini ia berusaha mencari jalan pulang.

Dengan gembira, Pandji Hoetomo segera memerintahkan para detektif sewaaannya untuk menghentikan pencarian. Bahkan ia membatalkan perintah membuat surat kematian Rais, karena sebagian orang memang menyarankannya demikian.

Rais merasa beruntung bertemu beberapa orang yang disadarinya sangat disayanginya. Supir keluarganya menyambut dan Rais pun menyalaminya. Ia masih ingat dengan kesetiaan orang ini mengantar dirinya waktu ia masih kecil. Tak jarang dulu Peter, namanya, mengantarnya bermain.

“Selamat kembali, Tuan,” kata Peter. “Saya senang Anda telah kembali berada di rumah ini, bersama keluarga Anda.”

“Bagaimana kabarmu, Peter?” tanya Rais sambil masih menjabat tangannya.

“Senang Anda menanyakannya. Saya baru saja memiliki seorang cucu!”

“Wah, selamat!”

Lihat selengkapnya