CALIPH

Rizki Ramadhana
Chapter #33

Lima Tahun Kemudian

Lima tahun telah berlalu sejak kejadian 11 September 2001. Namun Rais tidak pernah bisa mengesampingkan emosinya setiap kali dirinya mengingat peristiwa itu. Bertahun-tahun kehidupan keras yang ia jalani di jalanan, bahkan di Afganistan, telah menempa dirinya menjadi seorang ksatria sejati.

Namun 11 September 2001 telah terpatri di dalam ingatannya. Tidak akan hilang sampai kapan pun.

Konflik yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut selalu mengaduk-aduk perasaan Rais setiap kali ia membacanya.

Rais menyadari bahwa kehidupan enam juta umat Muslim di Amerika telah berubah.

Banyak kisah tentang kehidupan umat Muslim setelah 9/11 yang masih belum diceritakan. Tidak hanya di Amerika, tapi juga Suriah, Irak, Iran, juga Afganistan. Dan Rais berada di sini untuk membuat keadaan lebih baik.

Rais tidak ingin membuat dirinya menjadi konsumsi publik. Oleh karena itu, ia sangat menjauhkan diri dari sensasi. Rais menyadari bahwa sebagai trilyuner muda, dirinya bisa saja menjadi sorotan warga New York, bahkan Amerika Serikat. Terlebih lagi ia memiliki identitas sebagai seorang Muslim.

Rais memang sedang bersiap merealisasikan rencananya yang membuat dunia menyoroti yang ia lakukan. Tapi itu akan dilakukannya bukan sebagai Rais Hoetomo.

Rais Hoetomo akan menyelesaikan banyak hal tanpa diganggu oleh panggung dan gosip. Ia akan bekerja di balik layar.

Targetnya yang pertama adalah mendapatkan informasi detail yang tersisa dari organisasi tempatnya menghabiskan hidup selama hampir dua tahun. Rais telah mempelajari cukup detail baik dari Harun Bashar maupun orang-orang yang bersamanya saat di Al Qaeda tentang cara beroperasi organisasi tersebut, bagaimana ia dibiayai, dan yang paling penting adalah tujuan utama mereka.

Walaupun demikian, Rais ternyata belum puas dengan semua pengetahuannya. Ia pun menghabiskan waktu untuk mencari informasi dari berbagai sumber.

Malikha membantunya dengan memberikan data-data kasus terkait radikalisme dan terorisme yang pernah ia tangani.

Pada suatu sore yang dihiasi langit vanilla, Rais dan Malikha bertemu di kedai kopi dekat Central Park. Malikha menunjukkan tabletnya untuk memperlihatkan sejumlah data yang telah ia peroleh.

“Entah ini dapat memuaskanmu atau tidak.” Kata Malikha.

“Mari kita lihat.” Jawab Rais.

“Sejumlah kasus terorisme yang pengadilannya kutangani melibatkan para true believer. Mereka mempercayai arahan dari imam besarnya yang eksistensinya belum pernah terbukti. Para pelaku mengidolakan sang imam besar seperti halnya penjahat-penjahat yang terinspirasi oleh ‘Jack The Ripper’. Tidak ada yang pernah menemuinya secara langsung, ia hanya tokoh dalam sejarah. Tapi banyak orang menjadi penjahat karena mengikuti kisahnya.”

Rais tersenyum.

Ia teringat pada sosok orang-orang di barak milik Ibnu Awwad.

“Ini adalah suatu fenomena yang luar biasa. Ketika aku mempelajarinya, Al Qaeda seolah tidak pernah ada di dunia ini. Ia seperti sebuah organisasi dalam mitos-mitos yang dikenal oleh masyarakat. Tidak ada bukti eksistensinya. Tidak ada juga orang yang pernah secara langsung mengungkap keberadaaannya.” Lanjut Malikha.

Tidak ada, kecuali aku, pikir Rais.

“Jadi tidak ada bukti tertulis?” tanya Rais.

“Tidak ada, sejauh yang kutemukan.” Jawab Malikha.

“Berarti yang mereka lakukan cukup ‘bersih’. Mereka bisa menghilangkan jejak. Aku telah menyaksikan sendiri bagaimana kedisiplinan mereka.” Timpal Rais.

“Hmm, aku punya pemikiran bahwa kesuksesan sebuah organisasi bawah tanah diukur dari keberhasilannya menyembunyikan keberadaan mereka.” Kata Malikha.

“Kau benar, itu adalah pernyataan yang sangat tepat.”

“Entahlah, itu muncul begitu saja dalam benakku.”

Malikha mengatakan hal tersebut sambil mencoba untuk menganalisis apa yang sebenarnya akan dilakukan Rais dengan semua informasi yang sedang mereka kumpulkan.

“Terima kasih, Malikha. Aku sangat menghargai semua bantuanmu.” Kata Rais.

“Apa kau masih membutuhkanku mencari informasi lanjutannya?”

“Itu akan bagus sekali, terima kasih. Tapi sebelumnya, boleh kuminta salinan file tentang semua yang kau dapatkan?”

“Oke, sebentar.”

Malikha mengeluarkan laptopnya dan membuka isi file miliknya.

Sent.” Kata Malikha sesaat kemudian.

“Terima kasih.”

Rais melambaikan tangan, lalu pamit.

Ia tahu Malikha sudah berjuang keras mengumpulkan semua informasi yang baru saja diberikan kepadanya.

Tapi Rais masih belum puas.

Sama sekali belum.

Ia pun segera pergi menuju New York City Library. Di sana Rais akan menemui seorang teman lamanya. Lebih tepatnya seorang senior.

Mencari pendapat kedua, ketiga, bahkan kesekian ratus adalah makanan bagi jiwa, pikir Rais.

Lihat selengkapnya