Letnan Andrea Izmaylov berlari ke arah mobil dinasnya yang diparkir di pelataran kantor polisi. Sementara itu, seorang rekannya juga berlari ke arah mobil dinasnya sendiri. Rekannya yang bernama Hamzah itu baru saja menghabiskan hotdognya dan sedang meneguk bir. Hari itu sudah cukup larut dan mereka harus segera datang ke kantor pusat, namun setidaknya kini urusan mereka sudah selesai. Kini Izmaylov hendak menuju kantor cabang tempatnya bekerja. Sementara Hamzah terlalu malas untuk melakukannya.
Hamzah ke luar dari mobil dan memanggil Izmaylov.
“Kau tidak mau ikut ke bar denganku juga?” tanya Hamzah.
Izmaylov melotot dan memberi isyarat bahwa ia ingin segera pergi.
Hamzah mengangkat bahunya dan berjalan ke arah mobil sambil tetap menghitung uang.
“Kau harus lebih sabar.” Katanya kepada Izmaylov.
“Sulit untuk sabar bersama denganmu.” Jawab Izmaylov.
“Yah, kau harus terbiasa karena memang tidak ada pilihan lain.” Jawab Hamzah.
Izmaylov yang sedikit muak mencoba untuk tetap tenang.
“Aku tidak sepertimu, karena itu aku memilih pekerjaan ini.” Kata Izmaylov.
Hamzah tertawa.
Mereka pergi meninggalkan tempat itu dan menyusuri jalanan New York. Tidak lama kemudian, Izmaylov dan Hamzah berpisah kea rah masing-masing.
Izmaylov turun di kantornya. Ia tidak menyadari bahwa seseorang sedang mengawasinya.
Rais Hoetomo.
Andrea Izmaylov naik ke ruang kerjanya. Ia tidak mempedulikan beberapa orang kriminal yang sedang beradu argumen dengan polisi di bawahnya. Mereka semua masih dalam keadaan terborgol dan Izmaylov yakin bahwa semuanya sedang mabuk.
Ia ingin segera menyelesaikan sejumlah pekerjaan administrasi yang tersisa, lalu cepat-cepat pulang. Svetlana pasti sudah menunggunya untuk makan malam bersama. Saat itu ia akan berbincang dengan adiknya tersebut tentang bagaimana hari mereka berjalan. Sesekali mungkin mereka akan berbincang hingga larut malam, seperti dulu ketika mereka kecil, Andrea Izmaylov selalu membacakan cerita untuk adiknya tersebut.
Tidak jarang mereka juga bertengkar.
Svetlana selalu mengkhawatirkan keselamatan kakaknya setiap kali terjadi suatu konflik yang melibatkan NYPD. Adiknya itu begitu ketakutan kehilangan dirinya karena tidak ingin hidup sendirian. Andrea tidak menyalahkan adiknya, karena mereka memang selalu bersama. Ia juga tidak ingin kehilangan Svetlana, karena Svetlana adalah satu-satunya yang ia miliki.
Walaupun demikian, mereka tidak pernah saling diam untuk waktu yang lama. Bagaimana pun keadaan New York, entah mengapa Andrea selalu merasa memiliki tempat di sini. Memang kota ini tidak pernah tidur, begitu juga kriminalnya. Untuk itulah dia ada. Dialah penegak hukum sebenarnya. Dan tugas yang telah diberikan kepada dirinya tidak akan pernah ia tinggalkan.
Andrea Izmaylov menyelesaikan kertas terakhir yang harus ia tandatangani, lalu segera mematikan lampu ruangannya, dan turun untuk pulang.
Para kriminal masih berargumen dengan sejumlah polisi saat ia melewati mereka untuk pergi ke luar gedung.
Jenna Mollina adalah detektif yang bertugas menghajar para birokrat korup. Dari hari ke hari tugasnya selalu berada di Gedung-gedung birokrasi. Kini ia sedang duduk memperhatikan testimoni Dr. Muller Frakes yang sedang memberikan penjelasan tentang hal-hal medis terkait seorang tersangka. Frakes adalah seorang psikiater yang tidak banyak bertele-tele dalam memberikan penjelasan. Namun memang ada hal-hal yang menyita perhatian Jenna. Itulah yang membuat perempuan itu duduuk sambil menopang dagu.