Waktu baru menunjukkan pukul tujuh pagi. Rais Hoetomo telah berada di kantornya dengan stelan yang cukup sederhana namun tidak mengurangi wibawanya. Ia menyapa setiap orang yang ditemuinya, lalu mengambil jalan ke gedung riset dan pengembangan.
Aisha Mahmood tersenyum menyambutnya.
“Sekarang ada apa?” tanya Aisha.
“Alat untuk pelindung ketika terbang.” Kata Rais. “Yang bisa meminimalisir gesekan udara.”
“Seperti tameng?”
“Ya, seperti itu. kau punya?”
Aisha nampak berpikir sejenak.
“Ya, sepertinya ada.”
Aisha mengajak Rais ke ruangan luasnya, membuka sebuah dus dan memperlihatkan sebuah benda yang lebih mirip jubah.
“Itu yang kau maksud?”
Rais menghampiri Aisha dan menerima baju karet yang ditunjukkan perempuan tersebut.
“Ini nampak seperti karet biasa.” Kata Rais.
“Ya, tapi coba jika dialiri arus listrik.” Kata Aisha sambil menekan sesuatu di jubah itu.
Tiba-tiba jubah yang dipegang Rais mengeras dan menjadi sangat kuat.
“Molekulnya menjadi padat dan fleksibel untuk bergerak.” Lanjut Aisha.
Rais mengangguk-angguk.
Ia mencoba memakai baju yang dipegangnya.
“Bisa menjadi apa saja yang kau buat ini?” tanya Rais.
Aisha menekan tombol lain lagi dan baju karet tersebut kembali berubah bentuk.
“Ia menjadi pelindung dan bisa menopang seperti halnya tulang besi.”
“Ini pasti sangat mahal.”
“Karena itu, hanya orang-orang tertentu yang mengetahui manfaatnya.”
“Aisha, kau tidak bertanya untuk apa ini semua?”
“Tentu saja aku punya pertanyaan tentang itu. jika Anda tidak menceritakannya, maka aku akan terus menerus harus mengarang cerita.”
“Sudah kuduga. Ada barang lain yang bisa kita lihat lagi?”
Aisha mengangkat bahu.
“Ada kendaraan perang, jika Anda berminat untuk melihatnya.”