Lain kali, mungkin saja dikehidupan selanjutnya. Aku hanya ingin hidup dengan lebih baik.
- CALL -
Tak ada yang berubah dari rutinitas kesehariannya. Ia masih disibukan dengan jadwal pemotretan, beberapa wawancara majalah dan pentas panggung pertunjukan busana seperti biasa. Suara jepretan demi jepretan kamera terdengar mulai familiar di telinga. Kilatan cahaya dari kamera sudah tidak lagi mengusik pandangan.
"Okeh. Istirahat sebentar."
Helaan napas lega terdengar setelahnya. Berpose pun membutuhkan energi. Dan sang fotografer tak pernah melakukan durasi yang lama untuk tiap sesi pemotretan satu busana. Hal itu membuat Chaeyoung sedikit bisa mengendurkan otot-otot yang terasa kaku.
"Ganti baju satu kali lagi ya habis itu selesai."
Chaeyoung tentu saja bersyukur akan itu. Pemotretan kali ini setidaknya tidak lama jadi Chaeyoung tidak perlu mengeluh hanya untuk menanyakan kapan pemotretan berakhir.
"Habis ini jadwal wawancara. Ibu harap kamu bisa menjawab semua pertanyaan dengan baik."
Ibu memberinya selembar kertas berisi pertanyaan seputar wawancara yang akan Chaeyoung lakukan hari itu lengkap dengan jawabannya.
"Apa aku harus menghapal semua ini?" tanyanya terlihat tidak suka.
"Tentu saja," jawab Ibu.
"Tapi ini wawancaraku, Bu."
"Ya. Itu wawancaramu. Lalu apa masalahnya?" tanya Ibu membuat Chaeyoung yang sedang dirias berbalik badan hanya untuk menatap sang ibu.
"Masalahnya Ibu sudah mengatur semua jawabannya. Apa Ibu harus selalu melakukan ini?" ucap Chaeyoung pun wajahnya sudah terlihat guratan kecewa.
"Tentu saja. Ibu sudah menjawab semua pertanyaan dan kamu harus menjawabnya sesuai dengan yang tertulis disitu," jelas ibu.
"Kenapa?" tanya Chaeyoung.
"Itu kar-"
"Pertanyaan ini ditujukan kepadaku, Bu. Kenapa harus Ibu yang menjawabnya?" potong Chaeyoung.