Awan hitam pekat menaungi kota Pekanbaru sejak siang tadi. Gerimis turun satu-satu. Namun hujan seolah enggan tercurah lebih banyak. Burung-burung hitam kecil serupa titik membuat formasi-formasi indah, seolah saling berkejaran di udara.
Rey turun dari mini cooper-nya, sedikit berlari dari parkiran menuju lobi hotel tempat Alisha menginap. Wanita itu menelponnya siang tadi. Rey pikir, tentu saja ia harus bicara. Toh, ia belum memberikan kejelasan apa pun soal kelanjutan hubungan mereka.
Rey bergegas menuju lobi, mendapati Alisha duduk di sofa merah empuk dengan teh chamomile di tangannya.
"Aku udah pesan kopi buat kamu. Kopi hitam, tanpa gula. Sama seperti dulu."
"Aku sudah lama nggak minum kopi." Rey mengalihkan tatapannya ke arah lain. Sekelompok remaja, sepertinya sedang liburan, mengelilingi sebuah meja bulat dan berbagi cerita di sana.
"Hidup memang selucu itu. Kemarin kamu suka, hari ini sudah tidak lagi. Dulu kita sering berdebat tentang minuman siapa yang lebih baik. Kopi dan teh nggak bisa menyatu. Tapi selalu hadir berdampingan di satu meja."
"Jika kopi bertemu minuman lain yang lebih baik, kenapa tidak. Susu misalnya." Rey menjawab asal. Alisha tertawa kecil, menggeleng kemudian mengangkat bahunya.