Calon Imam

Fadhillah Hanum
Chapter #20

20. Simalakama

Sudah dua kali gadis berkemeja biru itu mengulang membaca halaman yang sama, tapi dia merasa tidak "nyambung" dengan bacaannya. Fei menarik nafas dan menghembuskannya dengan keras, frustasi. Novel remaja bergenre komedi di tangannya, terasa seperti majalah ekonomi atau politik. Bacaan berat.

Ia merasa otaknya seperti tercecer entah di mana. Ya, mungkin saja. Sebab hanya kalimat Adam kemarin yang terulang-ulang terus di pikirannya. Pernahkah kau berteriak di sebuah lembah yang tak berpenghuni dan sepi? Teriakanmu akan memantul kembali dan terdengar berulang-ulang. Echo. Nah, seperti itulah kini kalimat Adam di kepala Fei.

"Ya, nggak mungkin lah, Dokter Alisha kan, cinta matinya Bang Rey ... cinta matinya Bang Rey ... cinta matinya Bang Rey ... cinta matinya.... "

Benarkah Alisha cinta matinya Rey, seperti yang dikatakan Adam? Apa karena itulah, Rey masih tidak yakin dengan pernikahan mereka yang tinggal menghitung hari? Ada saja alasannya jika Fei minta tolong mengantar membeli tetek bengek keperluan pesta. Selalu Habibie yang menemaninya. Ah, lelaki itu.... Mama Fei bahkan pernah protes karena kedekatan mereka.

"Ya Allah, Ma ... Masa iya Fei ada perasaan sama Habibie? Ya nggak mungkinlah."

"Oke kamu nggak ada perasaan. Dia? Emang kamu bisa kendaliin perasaan orang?"

"Tapi dia kan calon adik ipar Fei, Ma."

"Mama pernah dengar pengajian, kata Pak Ustadz, ipar itu maut. Hati-hati loh."

Fei memijat tengkuknya yang pegal. Matanya terpejam dan dahinya berkerenyit menahan denyutan di pelipisnya. Sakit kepala seperti ini sering terjadi kalau Fei merasa tertekan atau kurang istirahat.

Lihat selengkapnya