"Haaah? Ketemuan sama calon suami? Mama serius?" Fei yang sedang menikmati nasi goreng spesialnya menjadi tidak berselera begitu Ratna mengutarakan maksud dengan menyuruh Fei bersiap sepagi ini --dandan cantik-- di hari libur nasional.
Perempuan setengah abad itu mengangguk sambil pelan-pelan menyendok nasi goreng ke mulutnya.
"Kenapa? Kan baru ketemuan biasa. Anak temen Mama ini. Tiga tahun di atas kamu. Sholeh, berpendidikan, mapan, ganteng lagi."
"Ya, tapi enggak secepat ini kan, Ma. Fei belum kepikiran buat berumah tangga."
"Cepat apanya? Inget umur, Fei. Mama sih enggak masalah kalau kamu punya pilihan sendiri." Ratna melirik putrinya sekilas. "Ada enggak?"
"Ya, tapi Fei 'kan bukan Siti Nurbaya, Ma. Fei bisa kok nyari sendiri."
"Nyari yang kaya gimana? Oh, yang kaya si bla... bla... bla..." Ratna mulai mengabsen rentetan peristiwa beberapa kali Fei mencoba mengenal sosok lelaki selalu berakhir kandas pas lagi sayang-sayangnya.
"Udah, kenalan aja dulu. Yuk, nanti keburu siang, panas. Mana musim asap begini."
Setengah hati Fei mengikuti kemauan mamanya. Mereka sampai di sebuah rumah sederhana dengan halaman luas. Ada banyak pepohonan sedang berbuah lebat. Rambutan, kelengkeng, matoa, juga beberapa jenis mangga. Fei yang tadinya merasa gerah sedikit rileks melihat tanaman yang tertata rapi. Es jeruk telah berpindah setengah ke perutnya.
Fei pikir dia akan langsung bertemu dengan 'calon imamnya' itu. Ternyata dia hanya menjadi 'obat nyamuk' di antara reuni sahabat lama. Mama dan Tante Marwa berhaha hihi mengenang masa-masa SMA mereka. Tak lupa dua sahabat itu mengambil beberapa foto selfie. Fei yakin tak lama lagi foto-foto itu dibanjiri like dan komen di laman sosial mamanya.