"Oh, jadi lo tabrak tuh, jalanan bolong kaya gitu."
"Ya mau gimana, daripada gue rembes di jalanan."
"Gilak lo, kalo gue mending nyari toilet umum kali."
Terdengar suara tawa dari teras atas saat Rayhan sampai di rumah. Jujur, lelaki tiga puluh dua tahun itu agak sedikit menyesal telah terlambat 'lagi' untuk makan malam. Apalagi mendengar Fei dan Habibie begitu lepas bercerita dan tertawa. Fei tidak pernah tertawa seperti itu saat bersamanya. Gadis itu lebih banyak diam dan tersenyum sesekali. Jarang sekali mereka punya topik pembicaraan yang menyenangkan.
Mungkinkah?
Ah! Habibie itu adiknya. Pikiran bodoh macam apa yang barusan melintas di kepalanya. Atau jangan-jangan ia sedang cemburu? Rey tersenyum simpul, menggeleng cepat, lalu menaiki tangga menuju balkon di mana Fei dan Habibie berada.
"Seru banget! Bagi-bagi dong ketawanya."
"Eh, Bang. Ini, gue nemenin Fei biar nggak gabut. Gimana, lancar semuanya?"
"Hmm, itulah. Si ibu akhirnya dikuret, keguguran."
Fei bergidik mendengar cerita Rey saat menangani kasus pasiennya.
"Tuh, Fei. Jangan bete kalo si Abang telat jemput. Tengah malam kadang juga mesti ke rumah sakit kalo ada pasien yang bermasalah dan harus segera ditangani. Lo kudu siap mental jadi istrinya dokter, Fei."
"Iyaaa... Gue ngerti kok." Pandangan Fei beralih pada Rey, "Abang udah makan?"
Rayhan beralih menatap Fei dengan pandangan 'Eh, serius itu barusan Fei nanyain saya?' Lalu berpindah ke Habibie dengan 'cerita apa aja nih, bocah'
Habibie mengedik 'bukan apa-apa' sambil memungut keripik pedas dari dalam toples dan memasukkannya ke mulut.
"Kok bengong? Laper ya? Fei ambilin makan, ya?"
"Eng ... enggak usah, nanti biar Abang ke bawah aja. Ini mau mandi dulu." Rey menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil berlalu dari Fei dan Habibie. Tepat berada di depan kamarnya, lelaki itu menyentuh dadanya. Debaran yang sudah lama tidak hadir di sana, sekarang kembali lagi.
'Alisha... Maaf jika aku tidak memenuhi janjiku padamu.'
***
Rey mengantar Fei pulang. Agak aneh karena sekarang Rey lebih banyak diam. Lelaki yang telah berjanji memasrahkan hati hanya pada satu wanita, kini bimbang pada janjinya sendiri setelah kehadiran gadis di sampingnya.
'Ini demi Ummi ataukah...'
Takut!
Bagaimana jika benar rasa itu hadir untuknya? Bagaimana jika kelak ia akan kecewa lagi? Benar ia setuju menikah dengan Fei, tapi yang ia yakini hatinya hanya untuk Alisha. Sudah cukup jatuh cinta dan terpuruk.