Fei menstarter maticnya menuju toko buku. Jalanan lengang sehingga tak lebih dari lima belas menit gadis itu sudah sampai di sana. Toko buku lumayan sepi. Hanya ada seorang ibu dengan balita di rak resep makanan, dua orang abege di rak buku kumpulan soal, dan seorang lelaki muda agaknya masih awal dua puluhan, di rak novel.
Fei mendekati rak novel dan mengambil sebuah buku dengan logo best seller di pojok kanan atas. Bersamaan dengannya, lelaki itu juga meraih buku yang sama.
"Eh, sorry. Lo aja."
"Hmm, gapapa, lo duluan," jawabnya cuek.
"Gapapa nih? Thanks ya."
"It's oke. Aku tanyain Mbak-nya aja. Mana tau masih ada."
Lelaki itu menuju mbak-mbak dengan kaos hitam berlogo toko buku di sebelah peralatan sekolah. Setelah mengecek komputernya terlihat gelengan dengan wajah menyesal, Fei paham kalau buku ini tinggal satu-satunya.
Fei mendekati lelaki muda itu, "Hmm, lo butuh banget ya?"
"Ya, lumayan. Recommended itu, bagus buat dibaca sebelum memutuskan untuk menikah."
"Oh, lo juga mau nikah?"
"Hu'um. Masih lama kok. Lo sendiri?"
"Iya. Dalam waktu dekat."
"Selamat ya, semoga sakinah sampai ke syurga. Adam." Lelaki itu mengulurkan tangannya pada Fei.
"Fei," sejenak hening. "Gue ke kasir dulu, ya."
***
Fei membolak-balik halaman buku yang baru saja ia beli. Di sana tertulis, jangan jadikan pernikahan sebagai pelarian. Fei sedikit gusar dengan kalimat setelahnya.