Alisha teman masa kecil Rey. Dulu mereka bertetangga. Mengontrak di rumah petak dalam sebuah gang sempit. Waktu itu Hasyim, ayah Rayhan sedang melanjutkan kuliahnya di Bandung.
Perlahan perekonomian keluarga Hasyim membaik. Setelah Hasyim lulus dan menjadi PNS di kantor bea cukai, mereka pindah dari kontrakan sempit ke rumah yang mereka miliki sekarang.
Rey sangat sedih harus berpisah dengan Alisha waktu itu. Di benaknya, hanya ada Alisha saja. Banyak gadis memberikan isyarat cinta pada Rey. Lelaki itu tidak pernah menggubris. Bahkan Murni-- tetangga se-kompleks mereka-- terang-terangan mengejar Rey. Berkali-kali ia mengirimi Rey surat cinta. Namun, semua itu hanya berakhir di tong sampah. Jangankan membalas, dibaca pun tidak.
Takdir membawa Rey dan Alisha kembali bersua. Mereka kuliah di jurusan yang sama, di kampus yang sama. Hubungan Rey dan Alisha berlanjut hingga ke pelaminan. Sesuatu yang membuat Habibie iri pada Rey adalah bahwa Rey selalu mendapatkan apa yang ia inginkan.
Pernikahan mereka bahagia. Yah, setidaknya setahu Habibie, mereka menikmati kehidupan rumah tangga yang sempurna. Mereguk bahagia dari cawan cinta yang sama. Habibie juga ikut senang akan hal itu.
Tidak banyak yang Habibie tahu mengenai perpisahan Rey dan Alisha. Toh, semenjak kuliah di Bandung, Habibie pulang hanya ketika hari raya. Terlebih setelah selesai kuliah, sebuah perusahaan asing tambang minyak bumi di Jawa Tengah, menerima lamarannya.
Sejujurnya, Habibie kecewa dengan keputusan Rey dan Alisha untuk berpisah. Betapa tidak? Habibie pernah mengidolakan pasangan ini. Ia juga bercita-cita, kelak akan menemukan belahan jiwanya, dan mereka hidup bahagia seperti Rey dan Alisha.
Marwa pernah bercerita kepada Habibie, saat Habibie bertanya mengenai pernikahan Rey.
"Alisha pergi, dia yang meninggalkan Abangmu."
"Kenapa? Apa mereka bertengkar?"
"Ummi tidak tahu persis ... ah, sudahlah. Lagipula setelah sekian tahun menikah, tidak ada tanda-tanda Alisha akan hamil."
"Rezeki kan, di tangan Tuhan, Mi."