Rayhan menatap layar ponselnya sesaat,memastikan pemilik nomor di seberang sana. Kemudian menempelkan benda itu kembali ke telinganya.
"Fei?"
"Iya, Bang. Uhm ... hape Fei hilang. Nggak tahu tadi jatuhnya di mana."
"Fei, Fei di mana sekarang?"
"Udah di rumah." Kemudian keduanya hening. Fei melirik sekilas ke arah Ratna. Wanita itu membesarkan pupil, lalu bibirnya bergerak-gerak melafalkan kata "maaf" tanpa suara. Isyarat agar Fei segera meminta maaf pada Rey. "Uhm ... maaf, untuk yang terjadi hari ini."
Lengkungan manis terbentuk di wajah Rey. Lelaki itu bangkit dari tempatnya, lalu berjalan ke balkon. "Abang juga minta maaf."
Hari ini purnama terlihat sangat sempurna. Pertengahan bulan Sya'ban. Cahaya kuning temaram menerpa wajah lelaki yang sedang gundah. Senyum lega terukir di wajahnya, tapi di hatinya begitu banyak pergulatan rasa. Suara tawa Fei terdengar di seberang telepon. Namun bayangan wajah Alisha yang kini hadir di pelupuk mata Rey. Ah, cinta serumit itu.
***
Pagi ini Marwa terlihat lebih sibuk dari biasanya. Wanita paruh baya itu semringah, ketika Rey keluar dari kamarnya.
"Sarapan dulu, Nak." ujarnya. Kemudian membimbing Rey menuju meja makan. Meskipun merasa sedikit aneh, Rey menuruti umminya.
"Ayah sama Habibie mana, Mi? Nggak ikut sarapan?"