Gerimis turun saat Habibie baru saja keluar dari kelasnya. Setengah berlari dia menuju halte di depan sekolah. Didekapnya buku paket biologi ke dada. Habibie memang tidak seperti siswa SMP pada umumnya yang menjadikan buku sebagai pelindung kepala dari tetesan air hujan. Ia lebih suka badannya basah, tapi tidak dengan buku.
Halte ramai oleh siswa SMP yang menunggu angkutan umum atau jemputan mereka. Beberapa pedagang asongan yang takut dagangannya basah, juga berteduh di sana.
"Aduh!" Habibie meringis.
"Elaaah, gitu aja jatoh. Bangun lo! Banci! Gendut! Kutu buku!" Seorang siswa kelas tiga SMP sengaja menungkai kaki Habibie hingga jatuh terjerembab. Gelak tawa dari gerombolan kakak kelasnya itu semakin ramai saat melihat mata Habibie mulai mengembun. "Gitu aja nangis. Ngadu sana sama Pak Yus."
Habibie mengelap bukunya yang kotor dan basah. lututnya perih karena luka. Sebuah tangan dengan jemari lentik dan halus terulur di depan Habibie. Sejenak ia terpesona dengan jemari itu. Perlahan Habibie mendongak melihat sang Pemilik Tangan Indah. Senyum gadis itu yang pertama kali ia lihat. "Ayo, bangun!"
"Cih ... enggak banget! Ada juga cowok yang ngelindungin cewek. Apa-apaan sih, lo Fei?" Salah satu gerombolan tadi menarik tangan Feiza dari genggaman Habibie.