Dokter Rayhan selesai dengan jam kunjungannya hari ini. Pasien tidak terlalu ramai, lebih banyak yang memilih konsultasi online. Pukul satu siang lelaki itu keluar menuju kafetaria di lantai dasar. Kafetaria hanya satu lantai dari ruangannya, jadi Rey lebih memilih turun menggunakan tangga.
Setelah membayar pesanan, Rey membawa green tea dan croissant di bakinya menuju meja di sudut kafe. Itu spot favoritnya, juga Alisha. Dulu mereka seringkali bertukar cerita di sini. Langkah Rey terhenti. Seorang wanita yang sangat ia kenal duduk membelakangi Rey.
"Alisha?" lirih suara Rey, tapi cukup untuk membuat wanita itu menoleh ke arahnya.
"Hai." Alisha tersenyum canggung. Sedikit menyesal ia mengarahkan langkahnya ke mari. Ah, entahlah mungkin juga rindu yang menyelinap masuk setiap kali ia memandangi foto mereka berdua yang ia bawa pergi saat keluar dari rumah Rey.
"Kemana saja? Aku mencarimu ke mana-mana." Suara Rey bergetar pelan. Ada emosi yang berusaha ia tahan di dalam sana. "Bahkan kamu nggak ngabarin waktu mengundurkan diri dari sini? Kenapa?"
"Maaf."
"Kenapa? Terus tiba-tiba kamu muncul lagi di sini? Dua tahun, Lis. Aku nungguin kamu dua tahun."
"Maaf. Aku nggak bermaksud meminta kamu menunggu. Aku juga nggak mau kita kaya gini. Aku ..."
"Apa!"
"Rey, kita bicara di luar? Aku nggak mau kita jadi tontonan." Alisha meraih clutch dari kulit berwarna peach kesayangannya. Itu hadiah dari Rey sebelum mereka menikah.