"Kamu kerjain konter, Vit! Aku yang di penitipan!" seru Ema begitu Evita masuk ke konter obral, bermaksud menuju penitipan barang.
Era yang berjalan bersamanya langsung menyenggol lengan Evita, "dia itu sodara tirimu apa gimana sih? Kalau lihat kamu lagaknya kayak orang yang pengen nelan kamu hidup-hidup. Atau mungkin kamu sudah godain pacarnya, jadi bawaannya sewot melulu ke kamu?" tanyanya jahil, lalu buru-buru naik ke lantai dua melalui tangga eskalator menuju konternya, sebelum mendapat cubitan dari Evita.
Evita hanya mengangkat bahu sambil tersenyum miring, lalu berjalan mendekati Ema yang menyuruhnya mendekat dengan cara melambaikan kertas yang ia pegang ke arah Evita.
"Ya, Mbak?"
"Ambil barang yang tadi sudah aku cek dan kasih label harga di gudang. Sebelum gudang tutup semua barang sudah harus ada di konter. Waktumu gak banyak, cuma sekitar setengah jam. Kecuali si Kamal lembur!" perintah Ema.
"Barang-barangnya ada di sebelah mana?" tanya Evita. Ia belum pernah berurusan dengan barang-barang yang ada di gudang. Ini adalah pengalaman pertamanya. Biasanya ia hanya bertugas merapikan dan membersihkan konter, melayani customer serta mencatat jumlah penjualan harian setengah jam sebelum tutup toko saat ia masuk shift siang.
"Nanti kamu tanya ke Kamal. Dia orang gudang. Tadi aku ngeceknya sama dia!" ujar Ema dengan nada suara tak sabar.
"Baik, Mbak!"
"Nih catatannya! Awas jangan sampai salah! Jangan ada yang ketinggalan. Cuma empat karung. Nanti habis istirahat Maghrib, kamu display semua barang-barang itu!" perintahnya seraya menyerahkan kertas yang ia bawa ke tangan Evita.
Masih dalam kebingungan Evita bergegas menuju gudang untuk melaksanakan perintah Ema. Sementara Ema langsung melenggang menuju tempat penitipan barang untuk menggantikan Margaretha.
"Belanjaan supermarket ikut laci nomer berapa? Kenapa ada di lantai gitu?" tanya Ema menunjuk tas plastik khusus supermarket berlogo Pandawa yang tergeletak di lantai, samping kaki kursi yang diduduki Margaretha.
"Oh, ini punya Evita," Margaretha mengangkat tas plastik yang ditunjuk Ema.
"Belanjaan Evita? Kok bisa? Ini kan bukan hari belanja karyawan? Gajian aja masih kurang sepuluh hari lagi. Cari masalah lagi itu anak!" gusar Ema.
"Bukan dia sendiri yang belanja. Tadi ada tetangganya belanja di sini. Borong kemeja obral sampai total habis sekitar 100 ribuan kata Evita, dia yang ngarahin belanja ke konter kita. Terus Evita dapat bonus ini dari tetangganya itu." Margaretha menjelaskan dengan sabar. Setelah bekerja lebih dari dua tahun bareng Ema, ia sangat mengenal karakter Ema yang keras dan gaya bicara yang ketus.
"Apapun alasannya, dia sudah melanggar peraturan!" ketus Ema lagi.
"Terus sekarang mana Evita? Seharusnya dia sudah ada di sini gantiin aku," Margaretha melongok ke dalam toko berusaha menemukan sosok Evita. Tapi ia tak menemukannya. Konter obral terlihat tanpa penjagaan jika dilihat dari tempatnya berdiri. Mungkin ada di konter dalam. Pikirnya.
"Evita kusuruh keluarin barang yang kemarin datang dari gudang. Sekarang aku yang gantiin tugas kamu. Biar dia ngerti, dia di sini dibayar buat kerja! Bukan buat senang-senang atau nampang!" sungut Ema seraya menggeser salah satu lemari penitipan agar dia bisa masuk.