Pernikahan tidak selalu sempurna, juga tidak mudah. Alex gagal melihat hal itu, gagal melihat bahwa pernikahan tidak seindah yang dibayangkan. Mungkin pernikahan ini bukan pilihan yang tepat, tetapi dia menolak untuk mengakui bahwa dia salah dan semua orang benar. Egonya terlalu besar untuk mengakui hal seperti itu. Alex selalu berpikir, mungkin saja semua orang benar dan dia salah. Namun, dia tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan kesalahannya. Dia hanyalah pria yang belum memiliki pikiran yang dewasa.
Catherine adalah wanita impian Alex, wanita yang tidak mengaturnya dan membebaskannya. Alex gagal melihat bahwa hal seperti itu adalah hal yang berbahaya. Cathrine tidak pernah memberitahu jika Alex melakukan kesalahan, dia membiarkan itu dan melakukan hal yang sama. Mereka bagaikan cermin untuk sama lain, tetapi cermin itu hanya berisi hal yang buruk.
Suatu hari, kedua pasangan itu baru saja pulang dari sebuah bar. Alex terlihat tidak senang kepada Catherine. Suatu hal yang Catherine lakukan membuat Alex marah kepadanya, dan Cathrine tidak mengetahui sebab dari kemarahan Alex, dia kira mereka bersenang-senang bersama. menurut Catherine, Alex tidak berhak marah setelah mereka bersenang-senang.
“Kenapa kamu diam saja sepanjang perjalan pulang?” tanya Catherine yang memutuskan untuk bertanya.
“Apa kamu benar-benar tidak tahu? Apa kamu begitu bodoh hingga tidak menyadari apa yang kamu lakukan?” Alex bertanya balik dengan penuh emosi, seakan dia sudah menahan itu selama berjam-jam.
Catherine melempar tasnya ke sofa dan mulai merasa marah. “Kamu yang bodoh! Aku tidak bisa membaca pikiran kamu, Bodoh!”
Alex menghela napas. “Jangan berlaga buta! Saat di bar tadi, aku melihat kamu menggoda lelaki lain. Apa hal itu pantas dilakukan untuk seseorang yang sudah menikah?” tanya Alex dengan nada tinggi.
Catherine memutarkan matanya. “Ayolah, Alex. Itu adalah hal yang biasa. Aku tidak akan marah jika kamu melakukan hal yang sama, jadi kamu tidak perlu marah jika aku melakukan hal itu.”
Alex terdiam seakan dia tidak percaya dengan apa yang baru Catherine ucapkan. Bagaimana Catherine bisa sesantai itu? Alex tidak mengerti apa yang berada pikiran wanita itu. “Apa? Kamu bukan sekedar menggoda lelaki itu, tapi kamu juga menyentuhnya. Memegang tangannya seakan kamu menginginkan hal lebih.”
“Aku tidak mengingat detail. Mungkin aku terlalu banyak minum,” ucap Catherine yang berpura-pura bodoh.
Alex menghela napas dan berusaha memaklumi hal itu. Namun, jauh di dalam dirinya, dia tahu Catherine tidak semabuk itu hingga dia tidak mengingat apa yang dia lakukan. Setiap kali mereka bertengkar Catherine selalu berusaha menyalahkan alkohol, walaupun terkadang dia tidak minum sama sekali. Dia hanya akan berbohong kepada Alex dan mengatakan dia meminumnya saat Alex tidak melihat. Hampir setiap saat Catherine melakukan hal itu, seakan dia sudah merasa bosan dengan pernikahannya sendiri.
“Catherine, ini bukan pertama kali kamu menggoda pria lain dan kamu tahu itu. Ingat saat kita sedang keluar makan malam dan kamu menggoda pelayan di sana saat aku sedang pergi ke kamar mandi. Atau saat aku meminjam ponselmu dan aku tidak sengaja melihat pesan kamu dengan pria lain, yang terdengar seperti kalian berpacaran.”
Catherine terlihat kesal saat Alex mengungkit semua itu. Dia menghela napas dan memilih berbaring di sofa daripada membalas Alex. Alex hanya terdiam saat Catherine melakukan itu, dia memilih untuk pergi ke kamar mereka dan beristirahat di sana. Alex merasa Catherine tidak peduli sama sekali dengan pernikahan mereka. Catherine selalu mengabaikannya dan menghindarinya. Hal itu membuat Alex bertanya-tanya mengapa Catherine setuju untuk menikahinya, jika dia hanya akan mendiamkan Alex.
***
Sekarang Alex dipenuhi oleh rasa bimbang. Memikirkan apakah keputusan yang dia ambil benar, memikirkan apakah dia salah dalam memilih, memikirkan apakah orang-orang yang benar atau dia yang benar-benar salah. Andai saja, Alex bisa meminta saran kepada Darcy. Namun, Darcy sangat sulit untuk ditemukan, seakan dia menghindari Alex. Alex tidak mengerti kesalahan apa yang membuat Darcy menghindarinya, dia merindukan sahabatnya yang selalu menyadarkan dirinya bahwa dia salah.
Tidak adanya kehadiran Darcy membuat Alex bercerita kepada Dion, walau dia masih merasa ragu. Dia memilih untuk melepaskan egonya dan meminta saran dari orang lain, walaupun orang itu adalah Dion sekalipun. Alex sudah tidak kuat memendam semua masalahnya seorang diri. Sekarang Alex berada di asrama kampus Dion dan mengungkapkan keluh kesalnya. Dion mendengarkan semua itu bagaikan teman yang baik.
“Jadi, maksudmu selama ini semua orang benar. Apa itu yang ingin kamu katakan?” tanya Dion yang menangkap apa yang Alex maksud.
“I-iya. Maksudku, siapa yang menyangka bahwa pernikahan akan sesulit ini. Tentu saja, ini bukan salahku,” bela Alex yang membuat Dion tertawa. “Mengapa kau tertawa?”
“Semua orang sudah mengatakan bahwa pernikahan itu sulit, bahkan Darcy. Dan kau memilih tidak mendengarkan itu semua. Lihatlah, sekarang sudah masuk satu tahun dan pernikahanmu terlihat menyedihkan,” jawab Dion dengan jujur.
“Kau! Kau mengatakan kau setuju dengan hal itu dan mendukungku!” ucap Alex yang merasa kesal kepada Dion.
“Awalnya, tetapi Darcy dan pacarku tercinta menyadarkan aku bahwa kau adalah orang yang bodoh dan sembarangan,” balas Dion yang membuat Alex semakin kesal kepadanya.
Alex berharap Dion akan membantunya dan memberikan saran. Namun, Dion hanya membenarkan bahwa Alex adalah orang yang ceroboh dan tidak pernah berpikir panjang. Rasanya aneh dan sakit saat mengetahui bahwa selama ini dia salah dan semua orang benar. Alex memang tidak pernah berpikir panjang dan berharap semua akan sesuai dengan yang dia inginkan tanpa adanya usaha. Entah mengapa, Alex mulai mengerti mengapa banyak orang tidak menyukainya.
Sejak dulu Darcy selalu memberitahu Alex orang seperti apa dirinya, dan Alex memilih untuk tidak menghiraukan itu. Alex mengira Darcy hanya ingin merusak kesenangan dan kebahagian yang Alex miliki, ataupun iri. Darcy selalu memberitahu Alex bagaimana cara menjadi orang yang lebih baik dan Alex tidak menghiraukan itu sekali lagi. Alex mengira Darcy hanya ingin merubah dirinya yang sebenarnya. Untuk seorang teman Darcy bisa dikatakan terlalu peduli, dan Alex masih berani tidak menghiraukan itu semua.
“Aku lelah berbicara denganmu!” ucap Alex yang langsung berbaring di ranjang Dion.
“Hei! Jangan tiduran di sana!” Dion langsung menarik Alex untuk turun dari ranjangnya.
“Pelit sekali!”