Pagi itu, keadaan begitu kacau dan tidak terkendali. Alex hanya bisa terdiam dan pasrah dengan keadaan saat ini. Bahkan, untuk berpikir rasional saja, Alex tidak bisa. Apa yang harus dia lakukan, saat dia mengetahui Catherine berusaha membunuh bayi mereka? Entah apa, yang ada di dalam pikiran Catherine saat melakukan itu. Ketika Alex sampai, matahari sudah mau terbit, rumah sakit dipenuhi oleh mobil polisi. Polisi menanyakan banyak hal kepada Alex, membuat Alex muak. Dia hanya ingin melihat bayinya.
Bayi itu, tentu saja tidak baik-baik saja. Sedetik saja lagi, bayi akan berakhir di alam lain, tetapi bayi itu masih bisa diselamatkan. Untuk pertama kali, Alex merasakan sesuatu terhadap bayi itu, rasa takut dan khawatir. Alex mulai berpikir, apakah Catherine bisa dihukum untuk perlakuan kejamnya? Alex ingin Catherine menerima hukuman yang setimpal. Alex merasa Catherine hanya menggunakan bayi itu, untuk mendapatkan Alex kembali. Saat Catherine tidak mendapatkan itu, dia berusaha mengakhiri hidup bayi itu.
Alex hanya terdiam, memandangi bayinya melalui kaca, berharap bayinya akan baik-baik saja. “Nak…” Emma menepuk punggung anaknya. “Pulanglah, ini sudah hampir sore.”
“Mama saja yang pulang, pasti Mama capek menjawab pertanyaan polisi,” ucap Alex sambil menghela napas.
“Siapa yang bilang? Mama tidak capek. Kamu yang terlihat seperti orang ketakutan,” balas Emma. Tentu saja, Alex merasa takut.
“Aku takut kalau bayi itu kenapa-kenapa. Aku tidak mengerti, mengapa Catherine melakukan hal sebodoh itu. Maksudku, bayi itu tidak salah apa-apa, tapi Catherine melampiaskan amarahnya kepada bayi itu. Hal itu tidak masuk akal. Kita tidak mungkin membenci anak kita sendiri, karena hal yang kita lakukan, bukan?”
Emma ingin tertawa akan pertanyaan polos Alex. Tentu saja, Alex akan bertanya seperti itu. Orang tuanya adalah pasangan yang bahagia, dan orang tua yang baik, sedikit memanjangkan Alex. Namun selain itu, bagi Alex, orang tuanya adalah orang baik. Orang tua yang jahat, selalu tidak masuk diakal Alex. Terkadang Alex lupa, bahwa tidak semua orang memiliki orang tua yang baik. Seperti putrinya, yang memiliki ibu yang jahat.
“Tidak semua orang tua itu baik, lihat saja Catherine, yang tega melakukan hal seperti itu,” ucap Emma sambil menghela napas.
“Aku tahu sekarang,” balas Alex.
“Mengetahui apa?”
“Kalau aku bukanlah orang yang begitu baik. Selama kehamilan bayiku, aku mengabaikan Catherine, tidak memikirkan bayiku sama sekali. Aku hanya memikirkan diriku sendiri. Apa aku bisa membesarkan bayi itu, tanpa seorang ibu? Aku tidak ingin Catherine mendekati bayiku. Aku pikir aku akan merasa tega, saat aku melihat bayi itu. Aku sudah membayangkan diriku yang kabur dari tanggung jawab. Namun, aku tidak berani, aku tidak sejahat itu,” ucap Alex dengan begitu tulus.
Emma hanya bisa bersimpati kepada anaknya, karena pada akhirnya, semua ini adalah kesalahan Alex. “Dokter bilang, bayi kamu perlu dirawat beberapa hari. Mungkin sebelum kamu membawa bayi itu pulang, kamu bisa membenarkan hidup kamu,” saran Emma.
Alex terdiam sejenak, ibunya benar. Alex harus menata hidupnya mulai saat ini, hal yang paling dia benci. Alex selalu santai dan hidup mengikuti arus, tetapi dia tidak bisa melakukan hal itu sebagai seorang ayah. Jujur, hal itu membuat Alex takut, begitu takut. Alex takut dia akan gagal, hal yang jarang dia pikirkan. Menurut Alex, jika seseorang gagal mereka bisa mencoba lagi. Namun, hal itu tidak berlaku untuk seorang ayah. Hanya ada dua pilihan, anak itu akan membenci Alex atau menyayangi Alex, dan Alex tidak ingin dibenci oleh anaknya.
“Andai Darcy berada di sini. Apa yang sedang dia lakukan, ya?” gumam Alex.
“Kamu ini, masih sempat-sempatnya memikirkan Darcy,” ucap Emma sambil mencubit lengan Alex.
“Awh! Sakit!”
“Shhh, kita sedang berada di rumah sakit.” Alex memutarkan matanya mendengar hal itu.
“Aku merindukan dia, dia enggan bertemu dengan aku. Saat aku meneleponnya, tidak diangkat sama sekali. Apa Mama melihatnya saat pergi ke luar?”
“Tidak sama sekali.”
Alex begitu kalut selama ini, hingga dia tidak menyadari keberadaan Darcy yang semakin lama, semakin tidak ada. Alex sempat bertemu dengan Darcy, beberapa kali di minimarket, tetapi Darcy berlaku seakan dia tidak melihat Alex. Alex hanya bisa pasrah dan mengerti mengapa Darcy melakukan hal itu. Terakhir kali mereka berbicara, Darcy begitu marah, karena sikap egois Alex. Sejak saat itu, Darcy enggan berbicara lagi dengan Alex. Untuk sekali lagi, Alex mengerti perasaan Darcy. Namun, Alex sudah berusaha menghilang rasa egois, dan siap meminta maaf kepada Darcy.
“Aku ingin meminta maaf dan mengakui kesalahan aku, dia benar, selalu benar. Aku tidak berharap dia memaafkan aku, tapi aku ingin berbicara dengannya,” ucap Alex.