Dunia Evan
Aku melihat wajahnya yang bersungut-sungut saat meneriakkan kata-kata "Go Away" kepadaku. Rasanya lucu sekali melihat wajahnya yang justru semakin imut saat ditekuk-tekuk begitu.
Piartra La Winda Amandita. Aku menyukai perempuan yang berjalan di depanku ini sejak kelas sepuluh. Pertama kali melihatnya pada saat MOS. Aku hanya aneh karena ia tidak pernah tersenyum sama sekali. Sejujurnya aku benci melihat perempuan tidak pernah tersenyum. Karena hakikatnya perempuan adalah makhluk yang indah, yang keindahannya justru berlipat ganda apabila sedang tersenyum.
Namun Winda berbeda, ia tidak pernah tersenyum, ia tidak pernah menunjukkan ekspresi ceria. Dari aneh, aku mulai penasaran. Kenapa perempuan secantik dia malah sering menunjukkan ekspresi sedih dan takut? Apa? Apa yang ia sedang alami dalan hidupnya?
"Evan, kenapa kau malah bengong sih? Ayo buruan kita ganti baju," seru Ucok, yang menunjuk ruang ganti baju.
Aku melirik ke sekelilingku. Oh, ternyata sudah sampai toh. Kok aku malah tidak sadar sih. Aku bergegas menghampiri Winda yang sedang ada di kursi penonton bersama teman-temannya.
"Winda, tolong pegangin air mineral gue, ya," kataku sambil memberikan air botol mineral ukuran satu liter padanya.
"Kenapa harus gue yang megangin?" Tanyanya dengan tatapan datar seraya melipat kedua tangannya, tidak mau mengambil air mineral yang kuberikan padanya. Akibatnya, air botol di tanganku menjadi menggantung. Aduh berat ini... Winda tega sekali sih.
"Karena kalo lo nggak mau megangin, gue nggak mau ikut tanding." Aku tidak tahu harus memberikan alasan apa lagi padanya.
"Hahahahaha ... ngancemnya pake alesan yang itu mulu, Mas. Nggak ada alesan lain apa?" Winda tertawa sinis, membuat bulu kudukku berdiri.
"Gue minta tolong," Kataku mencari alasan lain seraya menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
"Emang lo nggak bisa minta tolong pegangin sama temen lo?" Tanyanya acuh.
"Nggak bisa. Temen gue kan, Ucok, sama Dimas, juga ikutan maen."
"Yaudah kalo gitu minta pegangin aja tuh sama fans-fans lo. Fans lo kan banyak tuh pada ikut nonton semua," Ujarnya menunjuk sekerumunan perempuan yang juga mau menonton pertandinganku.
Disitu ada Putri, ada Rika, Mia lalu... entah siapa lagi. Yang jelas mereka sering sekali chat aku dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting. Seperti "Udah makan belum, Evan?" Kenapa pertanyaan seperti itu harus ditanyakan? Tanpa mereka tanya juga aku bakalan makan. Toh, makan adalah kebutuhan utama manusia.
"Lo mau bunuh gue?" Tanyaku balik, karena aku mulai lelah menghadapinya.