"Persahabatan itu pada dasarnya suci. Kalau pun akhirnya menjadi keruh, pasti ada yang mengotorinya." -Winda
*******
Dunia Evan
"Dan lo," tunjuk Winda pada Nadya, "Apa lo mau ngerebut cowo gue, untuk yang kedua kalinya?"
Aku tertegun kaget mendengar kata-kata Winda. Untuk kedua kalinya? Maksudnya apa? Semua orang di sekolah ini juga tau kalau Winda dan Nadya tidak pernah berteman. Boro-boro berteman, saling kenal juga tidak. Bahkan bisa dibilang kalau Winda dan Nadya bagaikan dua sisi yang berbeda dari satu mata uang. Meski pun mereka dua-duanya sama-sama cantik tapi untuk sifat, mereka berbeda jauh sekali.
Winda adalah tipe perempuan dengan wajah cantik tapi tegas, mempunyai sifat mandiri, cuek, dan sedikit tidak peduli pada sekitar. Bahkan di kelas pun, setiap guru memberikan pertanyaan, Winda lebih memilih diam meski ia tahu jawabannya karena ia tidak suka jadi pusat perhatian. Winda pun mengikuti ekstrakulikuler paskibra, ia menyukai hal-hal yang berbau kepemimpinan.
Lain halnya dengan Nadya, dia tipe perempuan cantik yang sangat menyukai pusat perhatian. Sangking sukanya, ia selalu meladeni fans laki-laki yang menyukainya. Dimas contohnya, selama ini pun Dimas selalu menyukai Nadya karena Dimas merasa diberi harapan oleh Nadya. Nadya pun mengikuti ekstrakulikuler cherrsleader. Di mana saat ia perform, semua mata akan tertuju padanya.
Dan sekarang? Kenapa Winda berkata seperti itu? Aku melihat tatapan Winda yang begitu membenci Nadya. Sedangkan Nadya memandang Winda dengan tatapan takut-takut. Jelas mereka mempunyai hubungan yang erat sebelumnya, hubungan yang kita semua pun tidak tahu. Karena Risa dan Kare pun memandang mereka berdua dengan tatapan heran.
"Lo, lo salah paham, Win. Bukan kayak gitu kejadian sebenernya. Gue berkali-kali mau jelasin sama lo, tapi lo selalu menghindar dari gue. Gue mohon dengerin dulu penjelasan gue." Nadya memandang Winda dengan tatapan memohon. Sedangkan Winda menampilkan ekspresi yang tidak terbaca.
"Lo ngomong apa sih? Gue nggak ngerti. Gue aja nggak pernah kenal sama lo! Ayo, Van, pergi dari sini."
Winda memaksaku pergi. Meninggalkan tatapan semua orang yang sedang bingung pada Winda dan Nadya.
"Ini sebenernya ada apa sih? Kok gue nggak ngerti ya?" tanya Risa bingung.
"Udah, udah, yuk sekarang kita ke UKS. Kasian, Evan, mukanya udah bonyok begitu!" Kare menghampiriku dan Winda. Lalu menggandeng Winda dan Risa pergi dari sini.
"Kamu nggak mau ikut?" tanya Winda padaku. Biar pun ini hanya sandiwara, aku tetap saja merasa senang dengan panggilan 'kamu' dari Winda.
"Iya, aku ikut. Obatin aku ya nanti di UKS. Hehe." Aku cengengesan.
"Iya bawel." Winda menatapku sebal. Aku malah tambah tertawa melihatnya.
"Gue duluan, Dim, jangan salah paham lagi sama gue. Gimana pun lo sahabat gue. Luka memar lo juga buruan diobatin, nanti takutnya infeksi, terus terpaksa harus diamputasi muka lo. Hahaha ...."
Dimas diam saja, dia tampaknya masih tidak percaya kalau aku jadian dengan Winda.
"Duluan, Nad," aku mencoba tersenyum pada Nadya seraya menggenggam tangan Winda. Untung Winda tidak menolak, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan yang lain.
Bukan aku bermaksud jahat, aku hanya tidak mau semuanya semakin berlarut-larut. Aku tidak akan memberi harapan palsu kepada Nadya karena aku takut ke depannya dia akan semakin kecewa.
...................
"Lepasin!" Seru Winda padaku setelah kami berjalan agak jauh. Aku hanya terus berjalan menuju UKS seraya pura-pura tidak mendengar dengan yang Winda katakan padaku.
"Lepasin nggak!" Ancamnya. Aku masih bodo amat, haha..
"Heh, Evan! Lo nggak denger apa yang Winda omongin? Disuruh lepasin juga lo!" Risa membentakku dengan keras. Ini anak perusak suasana banget sih. Aku reflek melepaskan tanganku.
"Gue entah kenapa masih nggak percaya kalian jadian. Kalau iya, pasti lo udah cerita kan, Win?" tanya Kare penasaran.
"Gue nggak mau cerita sama siapa-siapa. Pacaran sama dia mah udah kayak aib bagi gue!" kata Winda cuek.
Njeerrr, Winda itu bener-bener nggak punya penyaring ya mulutnya. Nggak bisa membedakan bahwa omongannya itu menyakitkan orang lain apa tidak.