Dunia Evan
Aku kaget sewaktu Winda tiba-tiba meninju dadaku dengan keras. Aku berkali-kali mengatakan maaf padanya, tapi dia tetap saja marah. Harusnya memang aku nggak membuatnya merasa bersalah seperti ini. Harusnya aku memberitahunya kalau aku alergi udang, jadi insiden ini nggak perlu terjadi.
Winda membenamkan kepalanya di dadaku setelah meninjuku. Aku membiarkannya beberapa saat untuk membuatnya tenang. Aku tetap membelai rambutnya dengan perasaan yang masih menyesal.
"Lepas!" ujar Winda pelan.
"Hah?" tanyaku pura-pura tidak medengarnya seraya mengeratkan pelukanku.
"Lepas aku bilang!" teriaknya seraya berontak keras.
"Apa sih? Aku nggak denger." Aku tetap berusaha memegang kepalanya yang berusaha melepaskan diri dariku.
"Winda minta kau lepaskan! Masih muda sudah budeg saja kau, Van!" teriak Ucok. Aku langsung melotot ke arahnya seraya melepaskan pelukanku pada Winda.
"Sengaja temen lu mah, Cok," ujar Kare sinis.
"Tau sengaja banget sih." Winda cemberut menatapku. Aku hanya cengengesan aja biar dia nggak marah.
Tok... tok... tok...
"Assalamu'alaikum." Aku menengok ke arah pintu. Aku lihat Dimas datang bersama Risa yang berada di kursi roda.
"Wa'alaikumsalam," jawab kami serempak.
Aku melihat Dimas begitu peduli kepada Risa. Tumben banget, nggak biasanya Dimas seperti itu. Sedangkan Risa, kulihat luka-luka lebamnya masih meninggalkan sedikit bengkak di wajahnya. Harusnya ia masih di rawat di sini tapi Risa bersikeras menolak karena takut membuat mamanya khawatir kalau ia tidak pulang-pulang. Serba salah emang kalau ada di posisi Risa. Dia memang anak yang benar-benar baik kepada orang tuanya.
"Lo kenapa, Van? Muka sama badan lo sampe merah-merah semua gitu. Lo alergi?" tanya Dimas menghampiriku.
Ia memeriksa wajah dan tubuhku yang memerah akibat alergi.
"Iya," jawabku singkat.
"Kok bisa? Kan lo udah tau kalau lo alergi udang. Kenapa masih makan seafood?" tanya Dimas heran.
"Udahlah nggak usah dibahas lagi, Dim. Yang penting gue nggak kenapa-napa. Yang penting gue masih sehat wal a'fiat." Mata ekorku melirik Winda yang sedang cemberut. Aku nggak mau dia terus-terusan merasa bersalah.
"Ya nggak gitu, gue cuma heran aja. Kok bisa lo udah tau alergi udang, tapi masih dimakan aja. Kayak lo tahu kalau sumur itu dalem, tapi lo masih masuk ke dalemnya. Kan harusnya lo nggak ngelakuin itu." Dimas masih belum puas dengan jawaban singkatku. Dan terus mencercaku.
"Iya, kok bisa, Van?" tanya Risa yang meskipun secara fisik masih lemah tapi tetap penasaran.
"Gara-gara gue. Gara-gara gue yang minta dia makan seafood," kata Winda dengan ekspresi datar.
"Hah?" tanya Dimas tetap tidak mengerti.
"Iya Winda minta makan seafood, tapi dia nggak tahu kalau gue alergi udang." Aku angkat bicara biar Winda tidak merasa bersalah lagi.
"Kok bisa Winda nggak tahu? Dia kan cewe lo, Van?" Dimas mulai sok-sok polos. Tapi aku lihat ekspresi wajahnya yang menyembunyikan tawanya sewaktu dia mengatakan itu. Aku tahu pasti, dia menginginkan aku dan Winda bertengkar. Aku melotot kepadanya memberi isyarat agar ia tidak begitu.
"Ya, tapi kan Winda nggak tahu kalau Evan alergi udang. Mereka kan baru jadian, harusnya Ucok tuh yang ngelarang Evan makan udang. Masa' dia nggak tahu?" Risa membela Winda. Dan kulihat mimik wajah Dimas jadi salah tingkah sendiri karena kata-kata Risa. Haha, senjata makan tuan.
"Eh iya, ya." Dimas menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Lo kenapa nggak ngelarang Evan buat makan udang sih, Cok," kata Dimas berang.
"Lho, kok aku malah yang disalah-salahin? Tadi disalahin Winda dan Risa, sekarang kau juga menyalahkanku, Dim. Aku sudah coba melarang Evan, tapi dia malah memasukan kaos kaki ke mulutku, mengancamku agar aku nggak mengatakan apa-apa." Ucok semakin berang karena dari tadi ia disalah-salahin terus.
"Mulut lo dimasukin kaos kaki? Hahaha, parah banget sih lo, Van," ujar Risa.
"Hahaha, ya intinya di sini nggak ada yang salah. Cuma gue yang salah, karena gue sengaja. Udah nggak usah dibahas lagi ya. Ntar cewe gue bakal manyun seharian." Aku melihat Winda cemberut tanpa mau menatapku sama sekali.
"Yaudah kalau gitu gue nganterin Risa dulu ya pulang ke rumahnya. Ntar gue balik lagi ke sini," kata Dimas siap-siap mendorong kursi roda yang dipakai Risa.