Can't Stop

Siti Soleha
Chapter #23

Salah Paham

"Pengkhianatan tetaplah pengkhianatan. Meski kami hanya berpura-pura, meski ini hanya sandiwara."-Winda

Dunia Winda

   Aku dengan wajah yang ditekuk melangkah menuju kantin bersama Ucok. Aku sebal karena Evan tidak memperbolehkanku mengantar Risa. Padahal aku tahu, Risa sangat membutuhkanku sebagai sahabatnya. Sedangkan Evan? Kami hanya berpura-pura pacaran.

  Aku melewati lorong-lorong rumah sakit seraya mendumel. Ucok menanyakanku kenapa aku sepertinya terpaksa menjaga Evan. Huh, haruskah kuberitahu alasan yang sebenarnya? Bahwa selama ini aku dan Evan tidak pacaran? Nggak mungkin kan.

     Tiba-tiba HPku berbunyi tanda ada chat line yang masuk. Pasti Evan, pasti dia menyuruhku untuk kembali. Baru juga ditinggal sebentar! Kenapa sih dia itu tidak pernah berhenti merengek kepadaku? Aku cepat-cepat membukanya. Dan mataku terbelalak melihat isi chat itu. Chat itu berasal dari..

NadyaAvenna: Kok sekarang lo ada di kantin sih, Win? Bukannya di kamarnya Evan jagain dia?

Nadya.. dia tahu keberadaanku sekarang. Reflek aku menengadahkan mukaku lebih tinggi dan menengok ke kanan dan ke kiri mencari keberadaannya.

"Kau kenapa, Win? Seperti habis melihat setan saja tampang kau. Hahaha, nih minum dulu." Ucok memberikan segelas es teh manis kepadaku.

LaWinda: Jgn sok jd stalker deh lo. Gue g suka berhubungan lg sm lo.

  Aku membalasnya dingin tapi tidak sampai tiga detik, dia sudah membalas chatku lagi.

NadyaAvenna: Jangan sinis gt dong sm gue. Gue kan shbt lo Win, mksd gue baik mau ksh tau kalau Evan skrg lg selingkuh di blkg lo.

LaWinda: jgn ngarep lo jd shbt gue, dan jgn halusinasi Evan selingkuh. G ush ikt campur urusan org!

NadyaAvenna: Gue g bermaksud ikt campur. Gw cm ksh tau, mksd gue baik. G prcaya? Lihat aja sendiri di kamarnya.

   Aku menatap chatnya dengan geram. Nadya, di mana dia? Pasti ada di RS ini juga sekarang. Tapi dia juga tidak mungkin berbohong. Buat apa dia berbohong? Hanya akan mempermalukan dirinya sendiri. Tapi, aku juga tahu pasti Evan tidak mungkin melakukan hal yang dituduhkan oleh Nadya. Aku jadi bingung, apakah harus kuperiksa sendiri?

"Hei, Win, kau ini kenapa sih dari tadi? Aku melihat kau seperti mempunyai beban pikiran yang berat saja seperti orang tua. Ingat kita itu masih muda, jangan suka berpikir terlalu keras dan berat karena ...."

"Cok! Lo bisa diem nggak?" Aku memotong ocehannya. Dia terlihat kesal, tapi aku tidak peduli.

"Terserah kau sajalah," ujar Ucok mengambil kerupuk di piring nasi gorengku.

"Gue mau ke atas dulu ya, lihat Evan. Lo tunggu di sini aja," perintahku pada Ucok seraya mengambil tasku di kursi.

"Lho, kenapa? Tadi kan kau sendiri yang mau ke kantin. Kangen, ya, kangen? Masa baru sebentar sudah kangen. Kalau Evannya ada, kau berantemin terus." Ucok tidak berhenti-berhentinya bicara padahal sedang mengunyah nasi goreng. Dan alhasil nasi di dalam mulutnya menyembur sampai ke luar-luar.

"Terserah lo, Cok, terserah." Aku tidak memedulikannya dan langsung berlari ke luar kantin.

                       .....................

    Aku menaiki lift dengan berhati-hati seraya menengok ke kanan dan ke kiri. Aku mencari Nadya yang aku tahu pasti dia berada di lingkungan RS ini. Setelah sampai di lantai dua, aku langsung memasuki lorong menuju kamarnya Evan yang terletak paling pojok.

    Aku sempat berhenti tiba-tiba. Dan tertawa kecil karena mungkin saja Nadya sedang mempermainkanku. Evan tidak mungkin melakukan itu, meski kami hanya berpura-pura pacaran. Aku sempat ingin mengurungkan niatku menuju kamar Evan dan kembali ke kantin menemui Ucok. Tapi rasa penasaranku jauh lebih tinggi daripada perkiraanku, sehingga aku tetap melanjutkan langkahku.

    Aku menyapa suster yang berjalan menuju kamar samping Evan. Pasti sebelumnya dia mengecek Evan, ingin aku bertanya saja kepada suster tersebut apakah di kamar Evan ada tamu atau tidak, tapi akhirnya aku memutuskan untuk mengeceknya sendiri.

    Setelah sampai di depan pintu depan kamar Evan. Aku ingin segera mengetuknya, tapi tanganku tiba-tiba terhenti sewaktu aku melihat di kaca pintu ada seorang perempuan yang sedang berbincang dengan Evan. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena ia membelakangiku, tapi ia sepertinya sudah dekat dengan Evan.

Lihat selengkapnya