“Halo, selamat datang.” Sang pemilik toko beramah tamah dengan seorang pengunjung berwajah suram.
Clark Santanu mengangguk. Si pria tidak menyangka akan memasuki toko cenderamata. Ia tidak pernah menyukai hadiah atau tanda mata. Buang-buang uang dan makan tempat saja, pikirnya. Namun, ia memberi perkecualian untuk dirinya sendiri, khusus hari ini saja. Demi hari esok. Untuk mimpinya melangkahi waktu, menatap masa depan yang mungkin saja mustahil baginya.
Pemilik toko ini tentunya kurang kreatif, ia sempat berpikir demikian. Lihat saja caranya menamai toko. Candera Mata untuk menyebut toko cenderamata. Seperti permainan membolak-balikkan kata. Cendera menjadi candera, lalu kata “mata” dipisahkan spasi. Bahkan ia sempat salah mengeja nama itu menjadi Cedera Mata. Sempat pula mengira tempat itu sejenis klinik spesialis mata. Ya, karena namanya mengandung kata “mata”.
Konon, toko ini sangat spesial. Pengunjung yang beruntung bisa memilih masa depan yang ingin didatanginya. Tidak salah toko ini dinamai Candera Mata, karena hanya dengan mata yang awas, kita mampu menyimak kenangan yang teristimewa. Hanya dengan mata kepala sendiri, kita akan memercayai hal-hal yang nampak mustahil. Termasuk kabar burung yang menyerupai isapan jempol. Portal waktu menuju masa depan. Betul sekali, toko ini memiliki portal waktu yang hanya terbuka pada saat-saat yang khusus.
Saat-saat khusus yang diperuntukkan bagi pengunjung terpilih. Clark merasa kurang mujur dalam hal menjadi orang pilihan. Kerap kali terjadi ia mengikuti sayembara menulis, terlalu percaya diri dan merasa bakal menang. Nyatanya nihil belaka. Tak kunjung bersambut, kecintaannya pada dunia menulis pun pupus dan ia memilih bertekun mengurus kedai teh kebanggaannya. Kedai teh merangkap dapur katering vegetarian yang ramah lingkungan. Bisnisnya terbukti tahan banting, kukuh melalui badai krisis pandemi Covid-19 yang merebak lima tahun yang silam. Serangan wabah memang sudah berlalu, tetapi situasi ekonomi butuh waktu lebih panjang untuk pulih seutuhnya. Keberuntungan hanya dapat diusahakan melalui kerja keras.
Kali ini, sekali lagi, Clark memelintir prinsip hidupnya sendiri. Ia sangat ingin menjadi yang dipilih. Tidak biasanya ia begitu lugu, memercayai legenda urban yang bermula dari kata orang. Kabarnya toko ini bukan toko biasa dan sudah berdiri sejak dua abad yang lampau. Suatu tempat usaha yang mampu melalui perubahan zaman tentu punya keluarbiasaan.
Hal luar biasa pertama terbaca dari penamaan rak-rak yang memajang suvenir aneka rupa dan aneka usia. Ada rak yang bernama “vintage”, memamerkan barang-barang dari masa tahun 1920-1960-an. Ada rak “antique” yang menjajakan benda-benda lawas dari abad silam, ada pula rak berlabel “retro” yang menyajikan pernak-pernik tahun 1970-an sampai 1990-an. Tentu tidak ketinggalan pula cenderamara kontemporer yang memadati rak berjudul “tanda mataku kini”.
Keunikan terhebat ada pada sudut kiri, kanan dan tengah pada belakang toko. Jajaran rak kanan menampilkan judul “youngish”, bermakna setengah muda, lalu di tengah terbaca keterangan “young at heart” yang artinya berjiwa muda. Tepat pada rak kiri terpampang tulisan “young adult/in love”, yang agak cukup tidak lazim. Tak apa sedikit absurd, karena jajaran rak-rak ini amat memanjakan visual indera mata. Benda-benda yang tertata di atasnya memang tak kalah menawan hati. Sungguh menakjubkan!