Hari Minggu, libur, dan sendirian. Saat membuka mata pagi ini, kepalaku kembali sakit akibat menangis hampir sepanjang malam. Jangan tanya kondisi tenggorokan serta hidungku, rasanya benar-benar menyebalkan.
Tapi syukurnya pagi ini matahari bersinar dengan sangat cerah. Setidaknya langit di atas sana bisa menghibur hatiku yang sedang mendung sejak dua hari belakangan.
Aku sedang bersiap mengeluarkan sepeda dari garasi. Waktunya bersepeda dan menikmati hari libur. Rencananya aku hanya ingin menghirup udara segar dengan bersepeda di taman sebentar.
Setelah memastikan gerbang tertutup, aku langsung mengayuh sepeda dengan kecepatan sedang. Suasana pagi ini benar-benar bagus. Aku melambai pada orang-orang yang sedang joging di sekitar komplek, menyapa pasangan sepuh yang sedang meluruskan kaki di pinggir jalan, tersenyum sopan pada satpam komplek yang sedang terkantuk-kantuk.
"Pagi, Bu Asih." Sapaku pada seorang wanita paruh baya yang sedang membawa keranjang berisi kue dan nasi uduk jualannya.
Wanita itu tersenyum ramah ketika aku memperlambat laju sepeda dan berhenti di dekatnya.
"Mau beli kue, Neng?"
Aku mengangguk seraya memperhatikan isi keranjang Bu Asih yang sudah berkurang setengahnya.
"Aku mau nasi uduk aja deh, Bu."
Wanita paruh baya itu segera membungkus pesananku, senyumnya masih merekah. Bu Asih merupakan satu-satunya penjaja kue keliling yang diizinkan satpam untuk berjualan di komplek sekitar sini.
"Makasih, Bu," ucapku sopan setelah memberikan uang sepuluh ribu dan menerima bungkusan plastik berisi sebungkus nasi uduk pesananku.
Aku kembali mengayuh sepeda setelah meletakkan plastik itu di keranjang. Pagi ini aku akan sarapan uduk saja, nanti siang mungkin makan mie instan. Lalu malamnya ... Ah, aku tidak mau makan mie instan lagi, tapi aku tidak bisa memasak. Kemarin malam sudah numpang makan di rumah Bagas, apa malam ini aku kesana lagi?
Tante Naya juga senang saat aku datang, karna ia tidak punya anak perempuan yang bisa diajak bergosip dan lagi biasanya Bagas hanya akan main game di kamar. Sebenarnya Tante Naya punya satu anak lagi, kakaknya Bagas, tapi aku hampir tidak pernah bertemu dengannya. Tentu saja kami pernah berpapasan beberapa kali, tapi kami tidak pernah mengobrol.
Kalau tidak salah namanya Adrean Glamoura Leonda, biasa dipanggil Leon. Delapan tahun lebih tua dari Bagas dan sekarang sudah bekerja. Aku hanya tahu sebatas itu. Sepertinya Kak Leon mengemban pendidikan SMA serta kuliahnya di luar kota dan jarang sekali pulang.
Aku tidak terlalu ingat wajahnya karna pertemuan kami selalu sangat singkat. Biasanya ketika tidak sengaja berpapasan saat aku sedang main di rumahnya, Kak Leon hanya akan bilang, 'oh ada Deira.' begitu. Biasanya dia langsung menghilang setelahnya bahkan sebelum aku sempat menyapa balik.
Yah, pokoknya aku akan numpang makan di rumah Bagas lagi malam ini. Hitung-hitung sekalian menghemat biaya pengeluaran. Hahaha
***
Aku memutuskan untuk datang ke rumah Bagas sejak sore. Tante Naya menyambutku dengan senyum lebar. Dan sekarang aku sedang membantunya memasak untuk makan malam, atau lebih tepatnya melihat.
Bagas tidak keluar kamar sama sekali meski aku sudah mengganggu beberapa kali. Bocah itu kalau sudah main game akan melupakan segalanya, syukur saja dia tidak lupa bernapas. Keadaan rumah ini sama tenangnya seperti biasa.
"Hari ini Om Ridwan enggak pulang lagi?"
"Pulang, kok. Lagi tidur di kamar."
Aku hanya mengangguk sembari terus memperhatikan wanita itu menyelesaikan masakannya. Setahuku suami Tante Naya itu bekerja di perusahaan yang sama dengan Kak Seira, hanya saja posisinya lebih tinggi. Bahkan Om Ridwan yang memasukkan Kak Seira ke perusahaan itu.