"Ini Rena? Kaga salah lihat nih nyak?"
Rena diam-diam merutuki kebodohannya. Ia lupa bahwa Nyaknya akan pulang hari ini jam sembilan malam, seharusnya ia tadi pulang jam delapan sehingga tidak bertemu Nyaknya saat dalam kondisi pakai gaun begini.
"Ren, Babeh kaga salah lihat ini? Sejak kapan lu pakai bedak, pakai gaun juga lagi. Lu abis kepentok ya, Ren?"
Rena menghela napas memilih langsung masuk dan duduk di sofa ruang tamu.
"Abis ke acara ulang tahun temen, Nyak, Beh."
"Lu begini dong dari dulu, cantik bener lo kalau kayak gini. Dulu Nyak kayak gini, nih."
Nyak melipat tangannya di depan dada, bangga.
"Babeh kirain lu kepentok Ren, amnesia jadi begini."
"Kalau amnesia Rena kaga balik ke rumah ini, Beh."
"Oh iya, iya bener."
Babeh mengangguk-anggup sambil kembali menggerakan kipas rotan, karna kegerahan.
"Yaudah sono lu mandi, Ren."
Rena mengangguk mengikuti perintah Nyaknya. Ia segera pergi ke kamarnya yang tidak jauh dari ruang tamu.
Rena segera duduk di meja belajar. Mengambil tisu basah di kotak dan beranjak menuju cermin besar di samping meja belajarnya.
"Gue harus gimana sama muka gue?"
Rena kembali panik setelah wajahnya sudah bersih dari make up. Terlihat ruam kemerahan semakin membesar.
Rena mengambil ponselnya dan mulai menconnect wifi tetangganya. Mencari solusi untuk wajah yang sudah terlanjur memakai krim bermerkuri.
Setelah banyak membaca artikel, Rena segera bergegas membuka kotak di meja belajarnya lagi dan mengambil krim XX dan keluar kamar untuk membuangnya di tempat sampah dekat dapur.
"Buang apa lu, Ren?"
Suara Nyak membuat Rena semakin panik, selama ini Nyak dan Babehnya belum melihat kondisi Rena yang seperti sekarang karna kedua orang tuanya pergi selama tiga minggu. Rena tidak berani menoleh karna takut Nyak tahu apa yang sudah terjadi.