"Jadi, selama Nyak pergi lu kagak telat terus, kan?"
"Kagak dong, Nyak. Kemajuan, kan?"
Nyak mencibir mendengar Rena yang terlihat begitu bangga.
"Kalau lu kaga telat, lu bisa sarapan kayak sekarang. Nyak juga nggak usah teriak-teriak mulu buat bangunin lu."
Rena hanya mengangguk sambil merapikan piring bekas sarapannya ke tempat cucian piring kotor.
"Nyak, Rena pergi dulu, ya?"
Rena pamit. Menyium punggung tangan Nyaknya lalu bergegas keluar rumah menghampiri Babehnya yang berada di warung.
"Beh, Rena pergi dulu."
"Iya, eh kenapa tuh muka lu?"
"Oh ini?" Rena menyentuh wajahnya.
Terlihat Babeh nampak panik, karna dia belu mengetahui semuanya.
"Nggak apa-apa, Beh, nanti juga hilang, kok."
"Oh gitu? Yaudah hati-hati di jalan lu."
Rena mengangguk dan mencium punggung Babehnya. Tujuan Rena sekarang adalah menunggu angkutan umum di depan gang.
Setelah lumayan menjauh dari rumahnya, Rena mengeluarkan masker wajah. Ia gunakan untuk menutupi wajahnya yang penuh ruam merah.
Ia tidak mau sampai ada yang melihat atau tahu. Meskipun dia sudah terlanjur bilang kepada yang lain dia pakai krim XX tapi dia tidak mau sampai orang lain melihat wajahnya yang seperti sekarang.
🌸🌸🌸
"Ren, lo kenapa sakit?"
Via yang bertemu Rena yang baru mau masuk kelas, bertanya.
"I-iya. Gue flu jadi pakai masker takut nularin orang." Rena tergagap.
"Oh, gitu?"
Via tidak bertanya lagi. Dia sudah duduk di tempatnya dan mulai mengobrol dengan Indah yang sudah duduk di bangkunya. Rena bersyukur cewek itu tidak bertanya lagi.
"Hoi? Gimana kemarin?"