Rena menunggu Galen di depan kelasnya dari jam 6 pagi, tapi 5 menit bel akan berbunyi cowok itu belum juga datang.
"Iya, katanya sih, dia pindah ke Singapura. Sayang banget ya?"
"Iya, mau gimana lagi, Galen harus ngikutin ortunya, lah."
Rena mendengar percakapan dua cewek yang hendak masuk kelas.
"Galen pindah?"
Rena bertanya pada mereka yang dijawab dengan anggukan oleh kedua cewek itu. Rena berlari menuju kelasnya dan menghampiri Fika menjelaskan semuanya yang membuat Rena menempelkan kepalanya dan menggigit bibirnya menahan tangis.
Dret..
"Ponsel lo bunyi, Ren, Bintang tuh nelepon."
Fika menunjuk ponsel sahabatnya yang tergeletak di atas meja.
"Ngapain sih nih bocah nelepon di saat-saat gue lagi galau!"
Rena terus menggerutu menatap nama Bintang di layar ponselnya. Tapi Rena akhirnya mengangkat telepon itu juga.
"Ngapain sih, Bin?"
"Ren, ini gue Nanda."
Suara di sebrang sana membuat Rena menoleh ke arah Fika memberitahu itu Nanda yang menelpon.
"Kenapa, Nan?"
"Gue minjem Hpnya Bintang buat nelepon lo. Galen pindah hari ini ke Singapura. Gue tahu ini serba mendadak. Galen nggak bilang sama lo karna dia pikir ini yang terbaik, dengan begitu lo bisa lupain dia, lo bisa cari cowok yang lebih kuat dari dia. Tapi gue tahu, Ren... sebetulnya dia nggak mau lepasin lo. Tapi dia nitipin surat buat lo, suratnya udah gue kasih ke Bintang."
Rena menggit bibirnya menahan tangisnya. Fika yang berada di sampingnya berusaha menenangkan sahabatnya itu.
🌸🌸🌸
Rena dan Bintang sudah di atas genteng seperti biasa. Rena sudah memegang surat yang tadi di maksud Nanda. Cewek itu mulai membuka surat itu dan membacanya dengan serius.
Dear Rena ....
Waktu pertama kali gue lihat lo di angkot gue sempat kaget, lo orang yang mempunyai nama yang sama dengan teman kecil gue. Renata Dinanti. Sejak saat itu gue bertanya-tanya, apa lo benar teman kecil gue.
Saat kita bertemu lagi di perpustakaan, gue semakin penasaran apa lo adalah Renata Dinanti yang dulu tidak menjauhi gue walaupun Galen Ray Surendra adalah seorang penyakitan.