Anya diam seribu bahasa, ia melahap makanan yang tak kunjung bisa tertelan di kerongkongan. Dalam hati ia ketar-ketir dan waspada, takut jikalau nanti mama curiga. Tapi, mau disembunyikan seperti apapun suatu saat pasti akan tercium juga baunya.
“Setelah makan, cepat kamu minum obat ini, lalu pergi beristirahat. Wajahmu terlihat pucat, Anya.” perintah mama dengan penuh kekhawatiran.
Anya hanya mengangguk dan mengiyakan setiap perintah mama. Tanpa sepengetahuan mama, obat tersebut segera ia sembunyikan ke dalam saku celananya. Ia tidak berani mengatakan apapun, lidahnya terasa kelu. Jika sudah demikian, rasa bersalah muncul dan menimbulkan penyesalan.
Ah, sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur. Maafkan anakmu, Ma. Mungkin akan sedikit mengecewakanmu.
Dalam hati Anya bergumam, sambil menatap langit-langit di kamarnya, ia dekap guling kesayangan yang selalu siap sedia menemani tidurnya. Untuk beberapa saat lamunannya kembali membawanya pergi ke masa lampau ketika masih kecil.
Dahulu ketika masuk sekolah dasar, Anya terpaksa harus tinggal bersama kakek dan neneknya. Papa Anya bernama Lesmana dan mama bernama Dewi, mereka adalah seorang pegawai negeri yang bekerja di PT. KAI. Perbedaannya, Pak Lesmana ditugaskan di luar kota tepatnya di Kota Hujan, sedangkan Bu Dewi tetap berada di Kota Kembang.
Anya mempunyai seorang adik laki-laki bernama Guntur. Usia mereka terpaut 5 tahun. Ketika masih kecil Guntur seringkali sakit-sakitan, sehingga tak jarang mama harus mondar-mandir membagi waktu untuk bekerja serta merawat Guntur. Bahkan mama sering meminta izin cuti bekerja ketika kondisi Guntur semakin parah. Mungkin itulah resiko yang harus ditanggung mama, karena merawat Guntur seorang diri. Sedangkan papa pulang setiap satu minggu sekali. Untuk meringankan beban sang mama, Anya terpaksa harus dititipkan kepada kakek dan neneknya.
Sedari kecil Guntur seringkali mengalami demam tinggi yang mencapai 40°C, terkadang sampai mengalami kejang. Ia juga sering mengeluh sakit kepala, sakit perut bahkan diare. Dokter mengatakan jika Guntur mengalami gejala tipes. Gejala tipes bisa terjadi karena penderita mengalami kelelahan atau daya tahan tubuhnya sedang tidak stabil dan melemah. Bisa juga karena infeksi akibat paparan bakteri dari makanan atau minuman yang terkontaminasi. Oleh sebab itu, Guntur sering sekali keluar masuk rumah sakit.
Bagi kakek dan nenek, Anya merupakan cucu kesayangan mereka. Sehingga apapun keinginan Anya selalu dituruti oleh keduanya. Setiap akhir pekan di hari sabtu, papa dan mama selalu mengunjungi Anya untuk diajak keluar makan bersama atau hanya sekedar datang berkunjung, kemudian ke esokan harinya mereka akan kembali meninggalkan Anya untuk melanjutkan aktivitas kesibukan mereka masing-masing. Itulah saat-saat singkat kebersamaan Anya dengan ke dua orang tuanya.
Seringkali papa dan mama meninggalkan Anya ketika ia sudah terlelap tidur, tak jarang mereka berdua pergi secara sembunyi-sembunyi. Anya menyadari kepergian ke duanya saat mendengar motor milik papanya dinyalakan. Seketika ia pun berlari mengejarnya, akan tetapi semua sudah terlambat, papa dan mama telah pergi dengan menaiki motornya, dan Anya hanya bisa menatap punggung ke dua orang tuanya yang semakin menjauh.
Anya menangis dan meraung sejadinya. Masih ada rasa rindu yang tersimpan yang belum sepenuhnya terobati. Seperti biasa kakek dan nenek akan menenangkannya dengan membujuk membelikan mainan atau makanan kesukaan Anya.
Enam tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Anya. Meskipun dibesarkan oleh kakek dan nenek dengan penuh kasih sayang, tetapi rasanya tetaplah berbeda. Kurangnya perhatian yang didapat dari orang tua, membuat Anya sering melakukan kegaduhan di sekolah. Tak jarang kakek dan nenek sering mendapat panggilan dari kantor karena ulahnya. Tingkah laku tersebut semata ia lakukan karena ingin mencari perhatian dari orang sekitar.
Dan kini ketika akan masuk SMP, Anya kembali diambil alih oleh orang tuanya. Mereka berkumpul bersama lagi dalam satu atap. Namun kekosongan dalam hati Anya masih melekat erat. Hubungan antara Anya dengan ke dua orang tuanya terasa renggang. Anya merasa seperti ada batasan di antara mereka. Bahkan Anya sendiri merasa canggung untuk menyampaikan rasa sayangnya kepada sang mama. Begitupun dengan mama, beliau hampir tidak pernah memberikan sentuhan fisik berupa kasih sayang, seperti pelukan kepada Anya.
Berbeda dengan Guntur. Perhatian dan kasih sayang mama kepadanya begitu besar, mungkin karena kondisi Guntur yang memang kurang sehat dan butuh diperhatikan. Terlihat dari bagaimana cara mama ketika memperlakukan Guntur setiap harinya, ke duanya seperti mempunyai chemistry yang begitu kuat. Terkadang hal tersebut membuat Anya merasa iri.
Namun, dalam hal akademis, Anya termasuk anak yang pandai dan cerdas. Nilainya berada di atas rata-rata. Semasa SD ia selalu menduduki rangking tiga besar di kelasnya. Hal tersebut membuat mama sangat bangga kepadanya. Tak jarang beliau sering membandingkan Anya dengan sang adik, Guntur. Guntur tidak pernah mendapat prestasi seperti Anya, ia sering tidak masuk sekolah karena sakit. Sehingga membuatnya sering ketinggalan pelajaran.