“Gue suka sama lo,” laki-laki berseragam yang ada di depan perempuan itu berkata dengan wajah serius. Teman-teman mereka pun bersorak, suasana jadi riuh. Laki-laki itu berdeham, membasahi tenggorokan, sekaligus membuat atmosfer kelas menjadi sunyi dan menegangkan. Ekspresi di wajah laki-laki itu menegang, tapi sedetik kemudian ia tersenyum lembut.
Jantung Keiza berdegup kencang, bingung ingin berekspresi seperti apa. Ia berusaha menutup mata, tapi sebaliknya, matanya justru enggan menutup. Seakan tak membiarkan sedikit pun kejadian terlewat dari pandangannya. Entahlah, Keiza juga tidak mengerti apa yang harus diperbuat. Ia menggenggam erat ujung kemeja sekolahnya di antara khalayak ramai.
Tiba-tiba saja laki-laki di depan itu berjalan mendekat. Keiza hanya bisa diam, membisu, kaku. Peluh mulai menghiasi dahi. Mulutnya terkatup. Matanya sama sekali tidak mengubah fokus. Hanya tertuju pada satu orang yang ada di depan, laki-laki itu.
Laki-laki itu kembali bersuara, membuat dada Keiza sesak seketika. Riuh teriakan di sekitar pun semakin menjadi-jadi. Matanya lurus ke depan, melihat laki-laki itu berlutut. Keiza menelan ludah sendiri, gugup.
“Mau, nggak, jadi pacar gue?”
Ia menjentikkan jari, menahan turunnya air mata. Seluruh fokusnya hilang.
Laki-laki itu berlutut sambil tersenyum manis, tepat di hadapan sahabat Keiza. Ya, bukan di hadapan Keiza, melainkan sahabat Keiza!