Mimpi buruk lagi.
Masih pukul dua pagi. Ia masih terdiam dalam posisi terduduk di atas kasur. Berusaha mengingat-ingat sosok siluet laki-laki yang ada dalam mimpinya. Tapi, semakin mengingat, semakin lupa. Hukum mimpi.
Ia terus saja berdiam diri sampai jarum jam mengarah pada angka lima. Sudah lumayan pagi rupanya. Ia bisa mendengar langkah lari beberapa orang yang melewati depan rumahnya, suara koran yang dilempar ke teras, atau bunyi kerincingan sepeda.
Pikirannya beralih setelah melihat ponsel. Ia mendengus pelan. Lagi-lagi, ia mengingat setiap momen bersama dia.
Ia menggeser layar ponsel sambil sesekali tersenyum miris. Kadang ia juga tertawa melihat objek yang tergambar di ponselnya. Seorang laki-laki dengan gaya candid-nya yang ia ambil diam-diam. Laki-laki dengan ekspresi senang, sedih, tampan, dan kurang tampan. Seorang laki-laki berperawakan tinggi. Laki-laki itu bukanlah the most wanted-guy di sekolah. Laki-laki itu juga bukan sosok yang tampan. Gaya berpakaiannya konservatif ke mana pun dan kapan pun. Cenderung tidak peduli dengan apa yang ia pakai saat ini atau besok.
Seorang laki-laki yang begitu membekas di hatinya. Bayangannya selalu tergambar di dalam pikiran. Entah senyumnya, raut mukanya, atau kerutan di kening yang tercipta saat ia memikirkan sesuatu. Keiza sangat hafal semuanya, hingga ia tidak perlu mengingatnya kembali jika ingin memikirkannya. Sudah di luar kepala, selalu menggerayangi pikirannya.
Seperti saat ini.
Ia ingat saat-saat ia pergi ke sebuah karnaval bersama laki-laki itu. Atau, saat kali pertama laki-laki itu tersenyum manis, raut wajah laki-laki itu saat mencarinya, atau apa pun. Perempuan itu tidak pernah lupa, selalu mengingatnya.
Davian. Nama laki-laki itu Davian.
***
Jarinya menekan aplikasi chat di ponsel. Ada banyak sekali percakapan tidak penting antara ia dan laki-laki itu. Hampir setiap hari ia membukanya, membacanya satu-satu hingga selesai. Dan, Keiza tidak pernah merasa bosan untuk membacanya.
Davian: Tahu nggak kenapa sekarang jarang ada pelangi?
Keiza: Karena lo nggak ketemu gue akhir-akhir ini.
Davian: Iya, kan pelanginya ada di mata kamu.
Tangannya yang asyik bergeser itu tiba-tiba berhenti karena membaca satu kata. Kamu.